English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translete Menu
Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info

-Total Readers-

Don't Be a Silent Readers, Put Your Comment Here :)

Senin, 02 Januari 2012

The Seven Light Chapter 4

.
.
.
Disclaimer:
Naruto dengan karakter-karakternya milik Tuan Masashi Kishimoto
.
.
The Seven Light milik saya aka Tania Namikaze
(AU, sedikit OOC, mungkin ada typo, dll)
.
.
Summary:
Setelah setahun menghilang, The Seven Light akhirnya kembali. Organisasi yang berisikan tujuh orang berbakat dengan satu pemimpin itu mulai melakukan pembunuhan yang tidak jelas tujuannya. Apa yang akan terjadi pada organisasi ini jika salah satu anggotanya mulai berpikirann untuk melenyapkan organisasi tersebut?
.
.
.
Chapter Sebelumnya:
.
.
.
"Sepertinya kepolisian Konoha sedang mencurigai seseorang dan mereka telah menyiapkan mata-mata untuk menyelidiki orang tersebut," lapor Blue Light.
"Yang menjadi mata-mata adalah Kiba Inuzuka dan Shizune. Lalu, orang yang mereka curigai adalah Hatake Kakashi," lapor Indigo Light.
Sontak, semua orang di sana terkejut mendengar laporan dari Indigo dan Blue. Tentu, Indigo dan Blue tidak ikut terkejut seperti yang lain.
"Hh..begitukah? itu berarti aku harus berhati-hati, ya?" tanggap seseorang yang sedang duduk tersebut.
.
.
"Yellow Light dan Red Light, kalian berdua yang harus membunuh Hidan malam ini tepat jam duabelas malam, lalu letakkan mayatnya di atas rel kereta api yang ada di Kumo, mengerti?" terlihat Red dan Yellow menganggukan kepala mereka.
"Lalu, yang membunuh Kakuzu adalah Blue, Indigo dan Puple. Kalian membunuhnya besok tepat jam duabelas malam, letakkan mayatnya di atas rel kereta api yang ada di Ame. Dan ingat, seperti biasa letakkan surat di atas kedua mayat tersebut," lanjut sang ketua.
.
.
'Kau sangat pandai bersandiwara, Naruto. Tapi, sayangnya kau tidak akan pernah bisa membohongiku,' gumam Green Light dalam hati.
.
.
.
Chapter 4
Dua hari kemudian..
TEET! TEET!
Bel pertanda masuk kelas pun berbunyi di Konoha Senior High School.
"Heh, Ino. Sudah dengar kabar, belum?" sapa Sakura kepada sahabatnya yang duduk di sebelah kanannya.
"Kabar apa?" sahutnya malas-malasan.
"Kabar terbaru soal The Seven Light, itu?"
"Ah iya. Aku tahu, soal pembunuhan Kakuzu tadi malam kan. Tadi pagi, aku melihat beritanya di televisi,"
"Wah..ternyata kamu tahu ya? Aku kira kamu belum tahu, soalnya tadi pagi tumben kamu tidak teriak-teriak seperti biasanya kalau ada berita baru,"
"Ahh..Sakura. Aku sedang malas dan aku masih mengantuk. Oh ya, tolong bangunkan aku kalau guru Iruka sudah datang ya," pinta Ino sembari menenggalamkan wajahnya di atas lipatan kedua tangannya.
"Kamu gimana sih? Hari ini, Guru Iruka kan tidak masuk. Katanya dia sedang sakit. Sebagai biang gosip, seharusnya kau mengetahui hal itu, Ino!" tapi, Ino tidak menggubris pernyataan sahabatnya itu, sepertinya dia sudah tertidur.
"Hei Ino, Ino, Ino," Sakura menggoyang-goyangkan bahu Ino bermaksud untuk membangunkan Ino. Tapi, Ino tidak bangun-bangun.
"Ya sudah," gumam Sakura sebelum akhirnya pergi ke tempat Tenten.
"Woi, Naruto! Lagi ngapain? Serius banget," sapa Kiba sambil menepuk bahu Naruto. Sebenarnya tempat duduknya jauh dengan tempat duduk Naruto. Tapi karena tidak ada guru yang mengajar di kelas itu, dia akhirnya bisa bebas berjalan kemana saja.
"Oohh..ini," sahut Naruto sambil memperlihatkan apa yang ia tulis sejak tadi. "Ada tugas dari guru Asuma. Tapi, aku belum buat jadi kubuat sekarang. Kau sudah membuatnya?"
"Sudah dong. Aku ini kan bukan kau yang kerjaannya cuma malas-malasan saja," ujar Kiba membanggakan diri.
'Menurut rapat dua hari yang lalu. Kiba adalah mata-mata yang sedang menyelidiki Kakashi. Tapi, dia tidak terlihat seperti itu,' batin Naruto sambil menatap Kiba yang berada disampingnya.
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau iri dengan ketampananku hah?"
"Hah..aku iri denganmu?"
"Ya, kau pasti iri denganku kan?" ulang Kiba.
"Iri ya? Mungkin saja aku memang iri denganmu," ucap Naruto dengan ekspresi wajah yang sulit ditebak. "Sudahlah kau cepat pergi sana," lanjut Naruto sembari mendorong Kiba dari sana.
"Iya, iya aku pergi," akhirnya,Kiba beranjak dari tempat duduk seseorang yang telah menjadi sahabatnya sejak tiga tahun lalu itu. 'Naruto itu kenapa? Gak biasanya kayak gitu. Dan ekspresinya yang tadi itu, ekspresi apa?' tanya Kiba dalam hati.
'Benar. Kau benar, Kiba. Aku iri denganmu, tepatnya kebebasanmu,' batin Naruto.
"Kau bilang apa Dobe? Kau iri dengan si Kiba itu?" celoteh seseorang yang duduk di depan Naruto setelah Kiba pergi.
"Berhenti memanggilku seperti itu, Teme," kata Naruto tanpa mengalihkan pandangannya dari tugas yang sedang ia kerjakan.
"Kau dulu yang seharusnya berhenti memanggilku seperti itu, Dobe," balas pemuda berambut emo tersebut sambil menatap seseorang yang duduk di belakangnya itu.
"Kau duluan, Teme," Naruto membalas tatapan orang yang ia panggil 'teme' tersebut.
"Kau!"
"Kau!"
"Kau!"
Pertengkaran ini akan terus berlangsung, kalau saja speaker di kelas itu tidak berbunyi. "Perhatian bagi seluruh siswa, harap segera berkumpul di lapangan upacara,"
Karena itulah, akhirnya pertengkaran itu terpaksa ditunda.
Selang beberapa menit, akhirnya seluruh siswa berbaris di lapangan menurut kelasnya masing-masing.
"Maaf, karena saya mengganggu pelajaran kalian. Tapi, saya sebagai kepala sekolah ingin mengumumkan sesuatu kepada kalian," ucap Tsunade sebagai kepala sekolah Konoha Senior High School dengan mikrofon. Dia berbicara dari balkon lantai dua yang terletak di gedung utara, yang berada tepat di hadapan semua siswa.
"Hari ini, saya ingin memperkenalkan pengurus UKS yang baru. Silahkan perkenalkan dirimu," lanjut Tsunade sambil menyerahkan mikrofon kepada seorang perempuan yang berada di sebelahnya.
"Perkenalkan, nama saya Shizune. Saya adalah pengurus UKS yang baru. Jika di antara kalian ada yang sakit, silahkan hubungi saya. Sekian dari saya," Shizune pun selesai memperkenalkan dirinya.
Tanpa diketahui siapa pun, ada enam pasang mata yang melihat Shizune dengan tatapan yang tidak bisa ditebak.
"Jadi orang itu yang bernama Shizune," gumam keenam orang tersebut.
Selani itu, ada sepasang mata yang memperhatikan Shizune dengan senyum terus menghiasi wajahnya. Dia menatap Shizune seakan-akan mengatakan, 'mohon kerjasamanya.'
Shizune yang memngetahui bahwa dirinya ditatap seperti itu, hanya bisa balas menatap seakan-akan berkata, 'sekarang, kita mulai bertugas.'
.
(o^o)
.
Beberapa hari kemudian...
"Selamat pagi pemirsa. Kembali lagi dengan saya, Sasame Puma sebagai pembawa berita di NHK News," terdengar suara televisi dari kediaman keluarga Inuzuka.
"Berita utama kali ini adalah tentang kabar terkini dari organisasi yang menamai dirinya sebagai The Seven Light yang sudah meresahkan masyarakat belakangan ini," gambar layar televisi pun mulai menampilkan video yang berisi gambar sebuah wilayah di Suna yang sedang dikerumuni banyak sekali polisi, beberapa dokter forensik, wartawan dan masyarakat.
"Setelah penemuan mayat Sasori sehari yang lalu di atas rel kereta api yang berada di wilayah Tsuki. Tadi malam, baru saja ditemukan mayat Kisame di atas rel kereta api yang berada di wilayah Suna. Kisame adalah salah satu penjahat yang baru saja berhasil kabur dari penjara dua hari yang lalu dan kemarin malam dia sudah ditemukan dalam kedaan tewas,"
"Kabarnya dia dibunuh oleh salah satu anggota The Seven Light karena di atas mayatnya ditemukan sebuah surat yang menyatakan bahwa yang membunuh Kisame adalah Orange Light," layar di televisi berganti dengan gambar penyiar televisi yang bernama Puma Sasame.
"Saya pribadi berharap agar kasus ini segera terpecahkan. Saya harap polisi dapat segera menangkap organisasi tersebut dan mengembalikan ketenangan di masyarakat,"
"Berita selanjutnya tentang kerusuhan yang terjadi di wilayah Iwa setelah pesan-pesan berikut ini," layar televisi menayangkan sebuah iklan mie ramen instan.
"Wah..wah..wah..ck..ck..ck.."
"Ada apa, Kak? Kenapa Kakak geleng-geleng kepala seperti itu?" tanya Kiba kepada seseorang di sebelahnya sembari mengenakan dasi di leher seragamnya.
"Ini, Seven Light memakan korban lagi. Oh ya Kiba, bagaimana penyelidikanmu di sekolah?"
"Aahh..sulit sekali menyelidiki Kakashi, akhir-akhir ini dia hanya diam sebentar saja di sekolah. Selesai mengajar, dia pasti pergi padahal biasanya dia akan pulang sesudah semua murid pulang,"
"Jadi begitu, mencurigakan," tanggap sang kakak sembari meminum cola kalengan yang sedari tadi dia bawa di tangan kanannya.
"Sudahlah, aku berangkat dulu. Daa.."
"Daa..hati-hati di jalan,"
.
(o^o)
.
"Aahh.. kenapa sih pelajaran persamaan kuadrat ini sulit banget," celoteh seorang gadis berambut seperti warna bunga sakura sambil mengacak-ngacak rambutnya yang sebahu itu. Kini dia sedang berada di kelasnya, kelas 11-E. Dia terlihat sangat serius mempelajari sebuah buku billingual matematika yang berada di atas mejanya.
Tiba-tiba saja, ada yang menepuk pundaknya. "Hai Sakura, lagi ngapain? Serius banget," sapa seorang gadis bercepol dua.
"Apa kau gak liat, aku lagi belajar matematika. Nanti kan ada ulangan matematika dari guru Anko. Kau sudah belajar?"
"Aku? Kau nanya aku? Kalau aku sih tentu saja sudah. Gara-gara itu, tadi malam aku baru tidur jam sebelas. Hehehe.." jawabnya disertai dengan cekikikan.
"Kalau gitu, ajarin aku soal yang ini, ya. Aku agak bingung," pinta Sakura sambil menunjuk salah satu soal di bukunya.
"Oh yang itu, buat nyelesainnya gunain formula abc, pasti ketemu," sahut Tenten percaya diri.
"Oh iya, iya. Makasih," Sakura mulai mengerjakan soal tersebut dengan rumus yang Tenten beritahu.
TEET! TEET!
"Wah, udah masuk. Aku ke tempatku ya, Sakura. Selamat berjuang,"
"Kau juga Tenten, selamat berjuang,"
Tak lama kemudian, datanglah seorang guru wanita berambut pendek yang dikuncir di belakang ke kelas 11-E.
"Selamat pagi, anak-anak," sapanya.
"Selamat pagi," jawab seluruh murid kelas tersebur dengan malas-malasan.
"Baiklah, seperti janjin saya minggu lalu. Hari ini, kalian akan ulangan. Sebelumnya, saya akan mengabsen dulu. Yang pertama, Chouji Akimichi," katanya sembari membaca daftar siswa kelas 11-E.
Terlihat seorang anak gendut mengangkat tangannya, "hadir," sahutnya.
Begitu seterusnya, Anko terus mengabsen muridnya satu persatu.
"Berikutnya, Naruto Namikaze," tidak ada terlihat satu orang pun yang mengangkat tangan.
"Naruto Namikaze," ulangnya.
"Naruto Namikaze," ulangnya lagi.
"Di mana Naruto?"
"Maaf, saya tidak tahu. Dia tidak memberi kabar," sahut Shino sebagai ketua kelas.
"Dasar anak itu. Ini baru pertama kali dia bolos dari pelajaran saya," tanggap Anko sembari memberi tanda silang di kolom nama Naruto.
"Hei, Ino, Ino, aku yakin si Naruto itu tidak masuk sekolah gara-gara takut sama ulangan matematika, dia kan anaknya gak terlalu pinter," celoteh Sakura setengah berbisik kepada sahabatnya, Ino.
"Mungkin saja," sahut Ino. 'Atau jangan-jangan dia terluka gara-gara tugas semalam. Coba nanti aku tanya ke Shikamaru,' batinnya.
"Baiklah, kita akan mulai ulangannya. Semua buku harap dimasukkan ke dalam tas. Yang ada di atas meja hanya alat tulis saja," perintah Anko kepada anak didiknya.
.
(o^o)
.
"Waktu habis. Hentikan kegiatan menulis kalian,"
"Yaahh.." terdengar beberapa murid mengeluh karena belum selesai mengerjakan soal.
"Shikamaru Nara, tolong kumpulkan lembar jawaban teman-temanmu," perintah Anko.
Spontan, Shikamaru langsung bangun dari kegiatan tidurnya. Saat ulangan matematika baru berjalan sepuluh menit, dia sudah selesai mengerjakan seluruh soalnya. Karena itu, waktu yang tersisa dia gunakan untuk tidur. Anko tidak terlalu memusingkan hal tersebut. Karena dia sudah tahu dengan sangat jelas sifat anak didiknya yang satu ini, siswa dengan IQ di atas 200.
"Sekarang, kalian boleh beristirahat," ucapnya setelah Shikamaru selesai mengumpulkan semua lembar jawaban ulangan matematika dan memberikannya kepada Anko.
"Yeess.." kali ini yang terdengar adalah sorakan dari beberapa orang siswa karena mereka dapat beristirahat lebih awal dari biasanya. Sementara yang lain pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka, Shikamaru kembali ke tempat duduknya untuk melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu gara-gara guru matematikanya.
"Ino, ke kantin yuk," ajak Sakura.
"Kau duluan saja, aku ada urusan sebentar,"
"Oh ya sudah, tapi jangan lama-lama ya,"
"Ya,"
Setelah Sakura pergi, Ino pun pergi menghampiri Shikamaru yang duduk di belakang Sakura.
"Hai Shikamaru, bangun donk," Ino berusaha membangunkan Shikamaru dengan menggoyang-goyangkan bahu Shikamaru.
"Hahh..ada apa, Ino? Merepotkan saja," gumamnya.
"Shikamaru, apa kau tahu Naruto tidak sekolah karena apa?"
"Kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Aku hanya khawatir, jangan-jangan dia terluka saat menjalankan tugas tadi malam di Suna. Yang semalam bertugas dengan Naurto itu kan kau, Shikamaru,"
"Tidak, dia tidak terluka. Mungkin dia hanya malas sekolah saja. Dia itu kan, Naruto. Anak paling berisik dan paling pemalas di kelas ini,"
"Ah iya juga ya, kenapa aku harus mengkhawatirkannya," Ino pun segera pergi dari tempat duduk Shikamaru dan bersiap untuk pergi ke kantin.
Tanpa mereka berdua sadari, sebenarnya ada seseorang yang sedang bersembunyi di balik pintu kelas 11-E. Orang tersebut mendengar semua percakapan antara Ino dan Shikamaru dari awal hingga akhir.
'Apa yang mereka bicarakan? Tugas semalam di Suna? Terluka? Naruto? Shikamaru? Ino? Apa ini ada hubungannya dengan Kakashi? Atau hanya aku saja yang berlebihan? Tidak mungkin mereka ada hubungannya dengan organisasi itu. Mereka kan masih anak sekolahan sama sepertiku. Tapi, tidak ada salahnya untuk diselidiki,' pikirnya dalam hati.
Mendengar ada seseorang yang mendekat, dia pun segera pergi dari tempat itu.
Ino sudah pergi dari kelas tersebut sedangkan Shikamaru masih termenung di tempat duduknya.
'Kau salah, Ino. Naruto itu tidak terluka fisik tapi hati nuraninyalah yang terluka karena harus melakukan pekerjaan kotor seperti itu. Merenggut nyawa orang yang seharusnya belum terenggut,' pikirnya.
'Ditambah lagi, Naruto itu bergabung ke dalam organisasi tersebut bukan karena ingin bergabung. Tapi dia terpaksa sama sepertiku. Aku sebenarnya mengetahui apa tujuan Naruto bergabung ke dalam organisasi itu. Aku pun memiliki tujuan yang sama dengannya, hanya saja dia tidak mengetahui bahwa aku dan dia berada pada posisi yang sama,' gumamnya dalam hati.
I realize the screaming pain..
Hearing loud in my brain..
But I'm going straight ahead, with the scar..
Tiba-tiba saja handphone milik Shikamaru melantunkan sebuah lagu milik Flow yang berjudul Sign yang menandakan bahwa ada seseorang yang sedang menunggu Shikamaru untuk mengangkat teleponnya.
"Aahh..siapa sih yang meneleponku, dasar merepotkan," keluhnya.
"Halo, dengan Shikamaru Nara di sini. Ini siapa?" ucapnya malas-malasan.
"Gaya bicaramu memang tidak pernah berubah ya, Shikamaru," balas suara di seberang telepon.
"Kau! Ada apa meneleponku?"
"Wah, wah, wah..instingmu hebat ya. Padahal hanya mendengar suaraku, kau sudah dapat mengenali siapa aku..hahaha.."
"Kau jangan tertawa saja, apa maumu sekarang?"
"Begini, ini soal tugas yang kubebankan padamu. Aku ingin kita membicarakannya nanti malam sekitar pukul delapan malam. Kau bisa datang?" suara di seberang telepon mulai terdengar serius.
"Ya, aku bisa datang. Tempatnya di mana?"
"Di Hotel Kaito, kamar nomor 21 lantai lima belas,"
"Oh, baiklah. Kalau hanya itu, sekarang teleponnya aku tutup,"
"Ehh..tunggu, tunggu, tunggu dulu, Shikamaru. Satu hal lagi," cegah suara di telepon.
"Ada apa lagi," kali ini, Shikamaru sudah benar-benar kesal dengan orang yang sedang dia ajak berbicara melalui telepon.
"Nanti malam, aku juga akan menyuruhnya datang. Kuharap kalian berdua bisa bekerjasama seperti yang kalian lakukan dalam organisasi lakn*t tersebut. Sampai jumpa," orang di seberang telepon itu menutup telepon secara tiba-tiba.
"Dasar! Seenaknya saja dia," keluh Shikamaru untuk yang kesekian kalinya.
'Dengan begini, dia akan mengetahui bahwa aku dan dia berada pada posisi yang sama. Bekerja dengan orang yang sama dan memiliki tujuan yang sama pula,' batin Shikamaru.
.
.
.
Chapter 4 -end-

0 komentar:

Posting Komentar

Cara mudah berkomentar:
1. Isi kolom komentar
2. Pilih berkomentar sebagai anonymous
3. Publikasikan
:)
put u'r comment here.