English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translete Menu
Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info

-Total Readers-

Don't Be a Silent Readers, Put Your Comment Here :)

Selasa, 31 Januari 2012

How the chronology of your death? -Chapter 2- (end)

Author:
CrimsonDevil D. ShinSen Hanero

Setelah kegagalan tim 1 diawal tadi, sekarang giliran tim 2 yang ambil bagian. Tim yang terdiri dari Kurosaki Ichigo dan Inoue Orihime itu masuk dengan berbekal senter juga notes, sama seperti tim 1. Mereka masuk ke dalam sana. Di dalam sana, Ichigo yang berjalan di depan mengarahkan senternya ke segala arah sementara Inoue mengarahkan senternya kearah belakang, berjaga di belakang. Mereka menaiki tangga, hendak menuju lantai 2. Inoue yang memang agak penakut itu terlihat ketakutan dan gemetaran. Keringatnya mulai mengalir begitu dia mendengar suara langkah kaki dan suara-suara tawa atau bisikan.
"Bagaimana… jika kita ke ruang musik saja?" usul Ichigo.
"Eh? Kenapa?" tanya Inoue.
"Sebenarnya, saat cabut dari pelajaran, aku dan Rukia pernah merasakan ada yang aneh di ruang musik. Bagaimana jika kita kesana?" tanya Ichigo sembari menjelaskan.
"Eh? Ba-baik. Tapi tolong jangan jauh-jauh dariku. Aku takut…" ujar Inoue terdengar memanja.
"Kalo takut seharusnya kau enggak usah ikut." singkat Ichigo yang kembali berjalan.
Mereka pun berjalan menaiki tangga dengan perlahan. Suara tapak kaki yang menaiki tangga itu terdengar lebih banyak dibandingkan 4 kaki yang menaikinya. Seolah, ada kaki-kaki lain yang juga ikut naik bersama mereka. Ichigo menyadarinya, namun berusaha tenang. Sementara Inoue, dia menyadarinya dan berusaha untuk tidak takut juga walau tubuhnya sudah bergetar hebat. Inoue sering merasakan ada orang lalu-lalang dibelakangnya. Berlari dan menjerit histeris, tertawa dan menangis. Sementara Ichigo, dia merasa dilehernya telah dipegang oleh sebuah tangan yang dingin dan berair. Hanya memegang, tak berniat untuk mencengkram lehernya. Keganjilan yang dirasakan oleh Ichigo dan Inoue rasanya bukanlah bagian dari trik Urahara, ini asli. Mencoba tenang dan tak takut, mereka tetap berjalan dan akhirnya, mereka sampai di depan pintu ruang musik. Ichigo berdiri di depan pintu dengan Inoue berada di belakangnya karena takut.
"Baiklah, akan aku buka!" kata Ichigo mengambil ancang-ancang. Inoue hanya meneguk ludahnya saja dengan alis berkerut ketakutan dan keringat mengalir.
Ichigo memegang knop pintu yang dingin itu. Tak bisa dipungkiri, perasaan takut juga mulai menyelimuti Ichigo saat dia merasa knop pintu yang dia pegang makin lama makin dingin. Dia menarik-hembus nafasnya, mengatur dan menyiapkan dirinya. Ichigo mulai memutar knop pintu namun belum membuka pintu itu.
"Siapkan dirimu, Inoue!" bisik Ichigo.
"Ba-baik!"
Ichigo mulai membuka pintu itu dan baru terbuka sedikit, Inoue tiba-tiba merasakan lehernya ditiup dan seakan ada orang berdiri di kiri dan kanannya, membuat dia menjerit.
"Kyaaaaaaaaa!" jeritnya yang mengagetkan Ichigo hingga membuat Ichigo menutup kembali pintu itu dengan reflek.
"A-Apaan, sih?" tanya Ichigo agak kesal.
"Le-leherku seperti ada yang niup!" jawabnya sambil memegangi lehernya dengan wajah takut dan mata berkaca-kaca karena takut.
"Angin mungkin. Jangan tiba-tiba berteriak, aku terkejut!" omel Ichigo.
"Ba-baik, maaf." sesal Inoue.
Ichigo pun mulai membuka perlahan pintu bermodelkan geser itu. Saat terbuka sepenuhnya, kedua bola mata Ichigo dan Inoue melihat kebawah, melihat sepasang kaki berdiri disana, tak menyentuh lantai, melayang. Mereka gerakkan bola mata mereka keatas dengan perlahan tanpa bicara sepatah kata pun, diiringi dengan wajah mereka yang mulai memucat. Begitu mata mereka sudah sampai puncak, mereka melihat sosok putih dihadapan mereka dengan mata melotot mengeluarkan darah dengan mulut robek menganga. Semua darah yang mengalir dalam tubuh mereka berdua rasanya berhenti dan membuat tubuh mereka semakin pucat. Suasana hening, baik Ichigo maupun Inoue dan sosok putih berambut panjang sampai ke lantai itu tidak ada yang mau bicara dan mengeluarkan sedikit pun suara. Ichigo pun juga terpaku pada gerakannya yang masih memegang knop pintu itu dengan mulut agak terbuka dan mata membulat.
"GROAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!" sosok itu langsung memecahkan keheningan dengan raungannya.
"GYA… GYAAHAAAAAAAAAAAAAAAAAA~~~~~…!" Ichigo dan Inoue langsung menjerit histeris dan langsung kabur secara serentak namun, Ichigo berlari lebih cepat dari Inoue.
"Gyaaaaaaaa! Peranakan Kuchisake no onna dan Kuntilanaaak!" seru Ichigo ngibrit meninggalkan Inoue.
"Tidaaaak, Kurosaki-kun, tunggu akuu!" pinta Inoue yang lari mengejar Ichigo.
Mereka pun lari sementara sosok putih itu tetap berdiri (baca: melayang) diambang pintu. Sosok itu bingung haruskah dia mengejar dua orang itu atau biarkan sajalah dua orang itu.
*tap, tap, tap*
Dan saat si sosok putih itu tengah berfikir, terdengar suara langkah kaki yang mendekat kembali ke ruang musik. Ya, dua orang yang tadi reflek kabur itu mendadak muncul kembali dengan berjalan perlahan dan takut-takut.
"A-Ano, etto, Yuurei… -san. Se-sebelum kabur... ka-kami ingin menanyakan sesuatu pada anda," kata Ichigo gemetaran hebat sambil menunduk karena tak tahan melihat mulut robek sosok itu.
"I-Itu benar. Anu, ber… kenankah… Y-Y-Yuu… Yuurei-san… mem-mem-memberitahukan kami cara… kematian… a-a-an... d-d-da?" tanya Inoue terbata-bata dan gemetaran. Dia pun saking takutnya serasa ingin menangis.
"Baiklah," kata sosok itu menyetujui untuk menceritakan kematiannya. Dengan tetap melayang, dia mulai bercerita.
"Jadi begini…"
##
Sosok tersebut dahulunya adalah wanita yang cantik. Dengan rambutnya yang panjang dan wajahnya yang cantik bagaikan para wanita di Yoshiwara, dia dikenal sebagai wanita tercantik di jamannya. Kemudian, pada suatu hari dia menikah dengan seorang pria tampan yang membawanya pergi untuk tinggal bersama dengan bahagia. Setelah mereka menikah, ternyata kehidupan mereka tak bahagia. Pria itu selalu memarahi wanita itu dengan alasan tak jelas. Tiap bertengkar, suaminya selalu mengancam untuk membakar istrinya. Tiap bertengkar, selalu mengancam membakar dan mengancam hingga akhirnya sang istri itu jenuh. Pada suatu malam, mereka kembali bertengkar. Dan seperti biasa, suaminya mengancam untuk membakar istrinya itu. Akhirnya wanita itu berkata 'Tiap berantem, ngancem bakar! Tiap berantem, ngancem bakar! Sudahlah, sebelum kau bakar diriku! Biar aku robek-robek dulu tubuhku biar cepat matang jika kau membakarku!' sambil dengan sendirinya menyayat bibirnya sampai robek panjang. Tanpa didoakan dan disuruh pun, akhirnya wanita itu mati dengan sendirinya karena tak tahan dengan kesakitan yang diperbuatnya sendiri.
###
"Seperti itulah." Kata sosok itu mengakhiri ceritanya.
Ichigo dengan serius mendengarkan sementara Inoue dengan serius menyatat kisah kematian sosok itu.
"Lalu, kenapa anda menunggui ruang musik di sekolah kami ini?" tanya Ichigo dengan gaya seorang jurnalis,
"Apa boleh buat? Ruangan lain sudah penuh dengan hantu yang lain. Jadi saya disini sajalah," jawab sosok itu sambil menghela nafas.
"Kurosaki-kun, kurasa ini cukup," kata Inoue yang dijawab dengan anggukan oleh Ichigo.
"Baiklah, kami pergi dulu. Anu, Yuurei-san, tolong segera pergi dari tempat ini dan carilah tempat baru buat di hantui!" ujar Ichigo terlihat tenang.
"Jika yang dibawah menghendaki, saya akan segera pergi. Lho? kalian sudah mau pergi?" ucap sekaligus tanya sosok itu.
"Kami sudah selesai, kok. Jadi kami mau pergi," jawab Inoue.
"Maaf, tapi kalian tak bisa pergi begitu saja! Kumakan kalian, GROAAAAAAAA!"
"HIEEEEEEEEEEEEE!" Ichigo dan Inoue kembali kabur begitu sosok itu membuka mulutnya makin lebar, seolah akan memakan mereka. Mereka pun segera berlari kedua arah yang berbeda setelah sebelumnya bertabrakan dahulu bagaikan mobil seng sampai terjatuh.
"Aduh! Dasar Inoue bodoh! Kau lari kesana, aku kesana!" omel Ichigo yang terjatuh sambil memegangi dahinya yang merah karena membentur kepala keras Inoue.
"Aduhduhduhduh, maaf!"
Setelah sedikit mengomel, mereka langsung berlari dash MAX.
"Aih, mencar pula mereka itu. Gimana, ya? Kejar gak, ya? Aduuh, bingung, ya~…?" kata si sosok itu gaje yang hanya bisa mendengar gema langkah lari Ichigo dan Inoue yang sudah jauh.
*tap, tap, tap*
Dan kembali. saat sosok wanita itu tengah berfikir, terdengar dari arah kanan suara langkah kaki mengendap-endap kembali ke ruang musik. Sosok itu menoleh dan melihat seorang wanita berambut panjang berjalan perlahan dengan takut-takut bagaikan maling.
"Maaf, saya salah jalan…" kata Inoue yang tak berani melihat sosok itu. Setelah tak begitu jauh dari sosok itu…
"TIDAAAAAAAAAK! KUROSAKI-KUN, DIMANA KAU?" tanya Inoue yang langsung ngibrit dash MAX mengejar Ichigo.
~ Team 2, finish ~
Diluar, terlihat Ichigo dan Inoue yang terduduk dibawah dengan nafas memburu dan berkeringat.
"Hh, hh, hh, hh…" Ichigo mencoba mengatur nafasnya.
"Haahhii, haaahii, haaahiii. Kurosaki-kun tega! Kenapa kau meninggalkanku?" kesal Inoue yang masih kelelahan dengan posisinya yang duduk W.
"Apaan? Kau sendiri yang larinya kemana? Aku lari kemana, kau lari kemana!" kesal Ichigo balik sambil menyangga tubuhnya dengan kedua tangan kearah belakang tubuhnya yang penuh keringat.
"Tidak, kok! Bukannya Kurosaki-kun yang nyuruh aku lari kearah yang berbeda?" bantah Inoue.
"Uuh, kuharap aku tak seperti itu…" batin Rukia dan Nozomi serentak dengan ekspresi tenang tampak luar namun ekspresi heboh ketakutan tampak dalam.
"Baiik, tim 2 berhasil menyelesaikan tugasnya. Sekarang, tim terakhir, tim 3 silahkan masuk dengan bekal yang sama!" ujar Yoruichi.
"Baik!"
Tim 3 pun masuk. Tim yang terdiri dari 2 orang wanita ini mulai berjalan menelusuri lorong lantai 1, arah aula. Mereka berjalan dengan raut tenang, masih belum merasakan ketakutan yang berarti. Begitu mereka melewati belokan, baru saja selangkah mereka berbelok, mereka melihat sosok putih berjalan menuju aula dengan langkah lunglai dengan tangan memegang sebuah sabit besar. Dengan cepat dan tanpa banyak bicara dengan gerakan yang kompak seperti PasKibraKa, mereka berbalik, enggan untuk mengejar sosok bersenjata tajam bagaikan dewa kematian itu.
"Kau lihat apa yang kulihat?" tanya Rukia agak berkeringat dingin dan senyum garing.
"Aku lihat. Kau lihat apa yang kulihat?" tanya sekaligus jawab Nozomi dengan raut wajah tanpa ekspresi namun tetap berkeringat dingin, sama seperti Rukia.
"Aku lihat. Oke baiklah, berarti kita berdua masih waras. Ayo cari yang tidak berbahaya saja." ajak Rukia yang langsung jalan.
"Ya."
Mereka pun berjalan dan memilih untuk pergi ke lantai 2. Disana, suasana ternyata lebih mencekam. Benar-benar gelap, makin banyak terdengar suara-suara aneh dan raungan juga tangis maupun tawa dari penjuru lorong itu yang menggema. Mereka berjalan dengan tetap waspada dan agak was-was sambil mengarahkan senter. Dan didepan sana, di ujung lorong, mereka melihat kembali sesosok pria berpakaian jas berlumuran darah yang berjalan dengan lunglai. Langsung saja Rukia dan Nozomi merasakan ketakutan yang menyelimuti tubuh mereka. Mereka langsung pucat, tubuh kaku tak bisa bergerak, keringat langsung mengalir. Mereka hendak mundur tapi kaki mereka tak bisa digerakkan.
"O-Oi…" Rukia memanggil.
"Jangan bicara. Aku tahu apa yang mau kau katakan." kata Nozomi memotong ucapan Rukia.
Pria itu lalu berhenti, seolah menyadari keberadaan Rukia dan Nozomi. Pria itu pun berbalik dengan perlahan, memperlihatkan wajahnya yang berlumuran darah itu. Ya. Dengan wajah penuh darah, matanya melotot seolah keluar, mulutnya tersenyum seram dengan gigi-gigi runcing berdarah. Tangannya penuh dengan cacing besar Alaska dan kaki kirinya buntung. Seperti yang ada dibelakangmu.
"Hii!" Rukia dan Nozomi makin takut begitu melihat pria itu mulai berjalan mendekati mereka.
"A… Aah... haah…" Rukia dan Nozomi ketakutan sampai mulut mereka tak bisa berucap apapun. Keringat mereka mengalir makin deras, tubuh mereka dingin dan pucat.
"Dimana… dimana…" pria itu mulai berkata dengan nada menyeramkan.
"Dimana kekasihku?" tanya pria itu yang langsung memutuskan kepalanya dan melayang dengan mulut menganga, seolah hendak menyantap Rukia dan Nozomi.
"Gyaaaaaaaaaaaaaaaaa!" Rukia dan Nozomi langsung berteriak histeris saat melihat kepala pria itu lepas dari badannya dan melayang dengan lidah menjulur dan mata yang melayang-layang.
"Tidaaaaaaak, jangan mendekat!" seru Rukia ketakutan.
*Cring*
Tiba-tiba sebuah pedang muncul dihadapan pria itu, menghentikan laju kepala pria yang ingin memakan Rukia dan Nozomi itu.
"Jangan mendekat! Kubunuh kau!" ancam Rukia memegang pedang yang ntah diambilnya dari mana dengan tubuh pucat dan gemetaran.
Kemudian, kepala pria itu kembali ke tubuhnya. Namun…
"Aaaah!" Nozomi tiba-tiba terjatuh sambil berteriak.
"Nozomi!"
Tangan pria itu memanjang dan tiba-tiba menarik kaki Nozomi lalu menarik kaki wanita itu, menyeretnya.
"Lepaskaan!" seru Nozomi.
"Kubilang, jangan mendekat!" cetus Rukia yang langsung menginjak tangan pria itu hingga melepaskan kaki Nozomi. Nozomi segera berdiri, merebut pedang yang dipegang Rukia dan segera berlari menuju pria hantu itu layaknya seorang assassin.
"Hii!" Pria itu ketakutan begitu sebilah pedang tepat berada didepan kepalanya yang melayang itu.
"Kau ingin mati untuk yang kedua kalinya? Berani sekali kau menyentuh kakiku dengan tangan kotormu itu!" ancam Nozomi yang langsung berperilaku layaknya pembunuh berdarah dingin, tak lupa dengan tatapan dingin matanya.
Rukia pun mendekat sambil mengambil 3 buah tongkat pendek yang dia sembunyikan dibalik roknya. Dia gabungkan 3 tongkat pendek itu menjadi tongkat yang panjang.
Pria itu melihat Rukia yang berjalan mendekat bagaikan seorang Oni no Yuki-hime. Raut wajahnya benar-benar dingin seperti pembunuh yang tak kenal takut. Tongkat yang dibawa Rukia pun dalam pandangan pria itu adalah sebuah sabit besar warna putih.
"A-Akuma..." kata pria itu pelan ketakutan.
"Kau mencari mati dengan kami. Kau penunggu sekolah ini, seharusnya kau sudah tahu siapa kami ini. Kau macam-macam dengan kami dan kami akan mengembalikannya 10x lipat dari apa yang kau lakukan pada kami!" ancam Rukia juga dengan raut wajah dingin pembunuhnya itu.
Pria hantu itu telah mencapai klimaks ketakutannya. Bagaikan melihat dewi penjaga neraka yang turun dari bulan, dikawal dengan dewi laut yang keluar dari laut dengan membawa trident-nya. Pria hantu itu gemetaran begitu ditodongkan pisau dan tongkat besi dihadapannya.
"Sekarang, jawab pertanyaan kami jika kau ingin tetap hidup seperti hantu biasa!" perintah Rukia yang jongkok didepan pria itu sementara Nozomi masih menodongkan pedangnya didepan leher pria itu.
"Ba-baik!"
"Bagaimana kronologis kematianmu dan kenapa kau bisa ada disini?" tanya Rukia layaknya polisi yang mengintrogasi tersangka.
"Se-Sebenarnya…"
##
Dahulu, pria itu adalah seorang pegawai yang buruk rupa. Tidak, dikatakan buruk rupa pun wajahnya tak memiliki bekas luka apapun. Namun, dalam pandangan wanita, dia pria yang jelek bagaikan monyet seperempat tikus. Suatu hari, pria itu jatuh cinta dengan seorang wanita cantik. Dia tergila-gila dengan wanita itu dan ingin memilikinya. Wanita itu pun tak disangka-sangka juga menyukai pria itu. Mereka akhirnya menjadi sepasang monyet, ah salah! Sepasang kekasih. Pria-pria yang tak terima wanita cantik itu menjadi kekasih pria buruk rupa itu akhirnya menculik sang gadis. Pria itu tentu cemas dan berusaha mencari kekasihnya. Dia mencari disana-sini namun tak ketemu. Dan saat dia pulang ke rumah karena sudah letih mencari istrinya, tiba-tiba dia tertimpa sebuah kaleng cat warna merah yang membuatnya tampak seperti orang penuh darah. Dan tak disangka, begitu dia sampai di rumah, sang kekasih ada disana. Dia langsung berlari menghampiri sang kekasih, namun sayangnya, kekasihnya itu terkejut dengan kondisi pria itu yang dikiranya adalah setan dan langsung mengambil pisau lalu mengayunkannya dan memotong leher pria itu sampai terpisah dari badannya. The end...
####
"Begitulah..." kata pria itu mengakhiri ceritanya. Dengan kepala yang dia pangku di pahanya, pria itu menangis gaje.
Rukia dan Nozomi terdiam. Tak tahu mereka harus sedih atau tertawa karena kematian konyol dari sang pria berkepala buntung itu.
"Ka-kau... mati dibunuh kekasihmu?" tanya Rukia agak sweetdrop. Pria itu hanya sesegukan dengan tangis gaje.
"Haruskah aku tertawa? Atau haruskah aku menangis? Atau haruskah aku tertawa sampai berurai air mata?" batin Rukia.
"Baiklah. Sarungkan pedangmu, Nozomi. Tugas kita selesai," kata Rukia yang memisahkan tongkatnya dan kembali menyembunyikan dibalik roknya.
"Baik," Nozomi menyarungkan pedangnya.
"Tugas kami sudah selesai. Nyawamu sebagai setan kami ampuni. Sekarang, pergilah kau dari sekolah ini bersama dengan teman-teman setanmu yang lain!" perintah Rukia.
"Eeeh, itu mustahil! Saya tak bisa membawa mereka semua pergi. Saya hanya seorang setan rendahan. Saya tidak akan bisa menyuruh mereka semua, saya bisa mati!" komentar setan itu.
"Bawa pergi!" seru Rukia dan Nozomi serentak dengan tatapan pembunuh berdarah dingin dan aura yang lebih mematikan dari Byakuya yang sedang marah.
"Baik!" setan itu langsung bergidik takut dan segera run away sebelum dibunuh untuk yang kedua kalinya.
"Dasar! Baiklah, tugas sudah selesai. Ayo pulang, Nozomi," ajak Rukia.
"Ya."
Mereka pun segera turun dari tempat itu. Entah mereka sadari atau tidak, kenapa bukan setannya yang nakutin mereka tapi malah mereka yang nakutin setan? Tanpa memikirkan hal itu sedikit pun, mereka berjalan dengan tenang karena tugas mereka dilewati dengan sangat lancar, tanpa halangan apapun. Tanpa harus menjerit histeris sambil berlari, mereka menyelesaikan tugasnya. Para peserta lain yang menunggu diluar gedung pun keheran-heranan karena tak ada suara teriak atau suara gaduh sama sekali. Mereka bahkan berfikir, 'Jangan-jangan mereka sudah mati dimakan hantu tanpa sempat untuk menjerit atau berlari...!' dengan wajah pucat.
.
*Tap, tap, tap*
Terdengar suara langkah kaki dua wanita itu yang menggema karena suasana mendadak sunyi-hening. Entah karena apa, saat mereka keluar dari gedung, angin bertiup sepoi-sepoi, seolah menyambut kembalinya dewi pencabut nyawa dari dunia lain. Raut wajah kedua wanita itu dingin tanpa ekspresi. Lampu sorot yang menerangi lapangan pun mulai berkedip-kedip redup. Para peserta yang melihat itu cengo dengan raut wajah mulai memucat.
"A-Akuma!" batin para peserta shock.
Kedua wanita itu sampai di barisan kumpulan peserta.
"Ru-Ruki... a, apa yang terjadi disana?" Ichigo mulai memberanikan diri untuk bertanya.
"Tak ada. Kami hanya melakukan tugas kami tanpa kekerasan," jawab Rukia datar.
"Ya-yakin?" Ichigo ragu akan jawaban Rukia.
"Tentu saja,"
Ichigo hanya meneguk ludah begitu mendengar jawab dari teman wanitanya ini.
"Ba-baiklah! Tim 3 berhasil menyelesaikan tugasnya dengan sempurna dan tenang. Seka-..."
*Bruar!*
Belum sempat Yoruichi menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba saja dari dalam gedung terdengar suara gaduh. Perhatian para peserta langsung tertuju pada pintu utama gedung, tempat Rukia dan Nozomi tadi keluar. Mereka semua terkejut dan kaget mendengar suara itu. Dan tak berapa lama...
"Gyaaaaaa~~~..."
"Tidaak!"
"Nyaaa~...!"
"Huoo...!"
"Graa~~...!"
"Waaaaaaaaa!" para peserta langsung menjerit terkejut begitu melihat segerombolan setan yang menunggui gedung sekolah mereka tercinta itu lari terbirit-birit seperti ketakutan akan sesuatu.
"A-A-Apa? Kenapa? Mereka semua itu setan, kan?" tanya Renji kaget.
"Apa kau yakin? Jika kita tak segera pindah, 2 shinigami wanita nanti akan membunuh kita?" tanya seorang hantu panik.
"Iya! Mereka itu lebih mengerikan dari penjaga neraka! Mereka 10 kali lebih mengerikan dari macan ngamuk! Godzilla dan lain-lain! Mereka itu monster berbulu tubuh model cantik!" jawab hantu yang tak lain dan tak bukan adalah hantu yang tadi dijumpai oleh Rukia dan Nozomi.
"Tapi kita udah mati!"
"Pernah dengar bahwa kematian bukanlah akhir segalanya? Mereka akan membunuh kita! Cepat kabur dan cari tempat baru!" seru hantu itu.
"BAIIK!" seru hantu lain mengikuti komando.
5 Menit kerusuhan terjadi, akhirnya para hantu telah pergi dan meninggalkan para peserta yang melihat itu cengo dengan wajah sweetdrop.
"Du-Dua shinigami wanita itu... pasti kau dan Nozomi, kan?" tanya Renji takut-takut.
"Bukan. Dia salah orang..." jawab Rukia.
"Tak salah lagi!" seru batin para peserta kompak.
"Po-pokoknya, uji nyali sudah berakhir karena para hantu pun sudah diungsikan. Baiklah! Bubar!" seru Yoruichi.
Akhirnya, para peserta pulang dengan raut wajah masih sweetdrop melihat para hantu yang lagi mengungsi sebelum dibunuh oleh 2 shinigami wanita itu.
THE END
Read More >>

How the chronology of your death? -Chapter 1-

Author: CrimsonDevil D. ShinSen Hanero

SMU Seireitei. SMU terkenal dan paling berpengaruh se-daerah Kanto. Tak sembarangan orang bisa masuk kemari. Tak hanya bermodalkan otak, mereka juga harus memiliki tampang dan skill yang mendukung. Dan di pagi yang cerah ini, dibawah langit musim semi yang menyegarkan, dimana burung-burung berterbangan dengan bebas di angkasa, terlihat para siwa SMU Seireitei satu per satu berdatangan. Dan terlihat pula dua orang siswi yang bisa dikatakan 2 dari 5 pelajar paling berpengaruh di SMU itu datang. Mereka berjalan bersama untuk masuk ke pintu utama gedung sekolah. Saat mereka berjalan melewati lorong utama menuju tangga, mereka melihat keramaian yang berpusat didepan papan pengumuman. Tentu mereka berdua penasaran dengan pengumuman yang terpampang di papan itu.
"Ada apa ini?" tanya Inoue, satu dari dua siswi yang baru dibicarakan tadi. Dia tak bisa membaca pengumuman itu karena ramai.
"Aah, ramai sekali, tak bisa baca. Kuchiki-san, bacanya nanti saja, yu-… Eeeh? Kuchiki-san mana?" Inoue pun terkejut melihat wanita yang tadi ada disampingnya tiba-tiba menghilang bagaikan asap.
Karena ramai, Kuchiki Rukia, wanita yang bertubuh mungil itu tentu tak bisa lihat. Mau loncat-loncat dengan bantuan kekuatan bulan pun takkan bisa. Namun, dia tidak putus asa dan tak kehilangan akal. Dengan memanfaatkan tubuhnya yang kecil, slim dan petit bagaikan iPad itu, dia merangkak dari bawah, melewati keramaian lewat sela-sela kaki siswa dan akhirnya sampai juga dia dibarisan depan, dimana dia bisa membaca pengumuman itu dengan jelas.
"Ng?"
~ Pengumuman ~
Ngaku berani? Ngaku gak takut sama apapun? Jangan bermulut besar jika belum mengikuti festival horror SMU Seireitei! Ya-ha, datang dan ikutlah uji nyali di lapangan SMU Seireitei jam 10 malam! Dijamin, bulu-bulu diseluruh tubuh anda akan rontok, nyaaa!
"Festival horror? Halloween kan udah lama lewat…" heran Rukia.
"Ini event tahunan sekolah kita. Seminggu setelah masuk pergantian musim, sekolah kita selalu mengadakan festival ini." jelas Nanao menyambar yang kebetulan ada disamping Rukia. Rukia hanya merespon dengan mengatakan 'Ooh' panjang dengan kepala mengangguk 2 kali.
"Ya. Event-nya selalu berganti-ganti dan event kali ini diambil dari tema horror. Kuharap berjalan lancar dan banyak yang dukung." Lanjut Nanao tersenyum sambil membetulkan kacamatanya. Rukia hanya tersenyum sambil mengangguk pelan.
~ Time Skip, jam istirahat ~
"Eeeh? Festival horror?" heran Inoue begitu Rukia memberitahu isi pengumuman pada Inoue saat jam istirahat tiba.
"Begitulah. Event tahun ini tema-nya horror." Jawab Rukia sambil meneguk jus oranye.
"Pasti seru! Apalagi katanya ada uji nyali, ya?" tanya Inoue.
"Ng? Iya. Yang mau ikut katanya bisa daftar sama Nanao-san dikelas 3-2." Jelas Rukia.
"Ikut, yuk!" antusias Inoue.
"Ha?"
~ Time Skip tanpa penjelasan ~
3 hari kemudian, dimana festival horror SMU Seireitei dilaksanakan. Pukul 22.30…
Terlihat wajah-wajah rating atas -sebagian besar faktor wajah, bukan otak- yang sudah tak asing lagi berkumpul, menikmati festival yang diadakan pada malam hari itu. Dikatakan festival pun, ini berbeda dari festival yang biasanya. Tak ada yang jual makanan, tak ada yang namanya pentas seni, tak ada yang namanya keriuahan. Yang ada hanyalah suasana seram, mistis, angker, yang membuat bulu kuduk merinding. Angin yang bertiup, suara gesekan dedaunan dari pohon yang lebat, suara kepakan sayap kelelawar, suara burung hantu dan sebagainya, membuat suasana semakin mencekam.
"Kenapa sekolah kita dalam sekejap bisa berubah jadi rumah hantu begini?" heran batin Rukia agak sweetdrop.
"Fuhiii, seram, seram. Ini pertama kalinya aku datang ke sekolah malam-malam begini!" kata Inoue terlihat antusias bercampur takut.
"Sekolah kita ini, kan memang seram. Kau tak dengar rumor, katanya sekolah kita ini bekas bangunan manor yang terbakar, dimana para penghuninya tewas dan menjadi butiran-butiran debu hitam…" jelas Rukia dengan nada agak diseram-serami.
"Eeeh?"
"Dan katanya, di kamar mandi wanita lantai 3 yang jarang dipakai itu, ada seorang siswi yang menghilang dan tak ditemukan sampai sekarang, lho..." lanjut Rukia.
"Ha?" Inoue agak terkejut.
"Kemudian, katanya kalo kesana sendirian saat jam pelajaran, kau akan ditarik ke dunia lain dan takkan pernah kembali. Jika pun kau kembali, kau akan gila dan pada akhirnya kau akan bunuh diri!"
"Hieee!"
"Dan kudengar juga, katanya Nemu-san dari klub koran sekolah melihat sesosok wanita yang rambutnya panjang tergerai, matanya melotot seolah akan keluar dari kelopak matanya dan menggantung dengan urat matanya. Lalu tangan kanan putus yang membusuk, perut yang mulai ada belatungnya, tulang rusuk, usus, hati dan semacamnya terurai keluar, menyeret seiring dia berjalan. Jika dia bertemu dengan manusia apalagi wanita, dengan kuku-kuku-nya yang panjang itu, dia menarik hidup-hidup ususmu dan memasukkannya kedalam mulutmu itu." jelas Rukia panjang lebar dengan raut wajah menakutkan, mendalami ceritanya itu.
Inoue selalu menjerit histeris tiap Rukia bercerita tentang hal horror seperti itu. Namun mendengar penjelasan terakhir Rukia itu, dia tak bisa berkutik. Dia benar-benar ketakutan sampai ke tulang. Wajahnya memucat, keringat dinginnya mengalir mendengar cerita Rukia itu. Roh-nya seakan akan keluar dari seluruh lubang di tubuhnya.
"Bodoh, aku hanya bercanda!" singkat Rukia.
*duar!*
"Aah, Kuchiki-san keterlaluan!" keluh Inoue cemberut.
"Jika takut, sebaiknya kau tidak ikut acara ini, Inoue." seseorang berkata pada Inoue dengan nada agak dingin.
"Hmph, aku tidak tahu bahwa kalian tertarik dengan kegiatan seperti ini juga." sambar seseorang lain suara dari belakang, mendekati Inoue dan Rukia.
Rukia dan Inoue menoleh, melihat 2 orang wanita berdiri dengan gaya khas mereka. Yang satu wanita berambut merah panjang, diikat 2 dan yang satu lagi wanita berambut hijau pendek yang selalu terlihat bersila dada.
"Aha, Riruka-chan, Nozomi-chan!" girang Inoue begitu melihat 2 wanita itu muncul.
"Kalian juga ikut? Tak kusangka." Ujar Rukia.
"Jangan salah sangka, ya! Aku kemari itu karena Nozomi memaksaku! Jika aku tak dipaksa, mana mau aku kemari!" bantah Riruka yang temperamental-nya keluar lagi.
"Aku yang memaksa-mu? Apa enggak salah? Bukannya kau yang memaksaku setelah tahu bahwa Ichigo juga ikut event ini?" tanya Nozomi dengan wajah herannya namun tetap dengan gaya pose-nya.
"A-…Apa-apaan itu? Ngapain aku ikut acara beginian cuma buat ketemu atau melihatnya? Hmph, aku ini wanita yang sibuk, aku gak punya waktu buat ngikutin dan menjadi stalker buat pria seperti Kurosaki Ichigo!" Riruka terus mengomel dan membantah.
"Bicara soal stalker, belakangan ini Ichigo cerita padaku bahwa dia merasa gerak-gerik-nya belakangan ini terus dilihat dengan tatapan aneh. Apa itu kau, Riruka?" selidik Rukia agak mencurigai Riruka setelah Riruka bicara seperti itu.
"Jangan konyol! Mana mungkin aku jadi stalker!"
"Su-Sudahlah, Riruka-chan, jangan bicara terlalu keras, sudah malam…" lerai Inoue yang sweetdrop melihat sikap Riruka yang tak pernah mau jujur.
.
Akhirnya, kegiatan uji nyali dimulai. Lokasi uji nyali-nya adalah gedung SMU Seireitei yang sengaja dibuat lebih seram dari biasanya. Seluruh lampu-nya dipadamkan atau tidak dibuat remang-remang. Dan terlihat, sang panitia mulai bicara untuk memulai acara utama.
"Ehem, ehem, halo semuanya, selamat malam!" sapa Urahara, guru panitia event kali ini.
"Terima kasih sudah berkumpul disini malam-malam begini. Baiklah, untuk mempersingkat waktu, kita segera mulai saja, ya. Yaah, kalo aku ngabisin waktu, aku bisa minta tolong sama Ultear-san buat gunain busur waktu-nya dan memutar balikan kembali waktu nohohoho!"
"Maafkan aku, Urahara-san, aku tak ada waktu. Kekuatanku harus kugunakan untuk anggota inti Fairy Tail" kata Ultear dari ujung dunia Fairy Tail sana.
Back to story.
"Baiklah, Yoruichi-san, tolong, ya~~~…" pinta Urahara membuka kipasnya itu.
"Heyyoh!"
.
Memang belum dijelaskan oleh Urahara, tapi dari peserta yang datang, mereka dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok dimana satu kelompok terdiri dari 2 orang dengan cara undian. Dan inilah tim-tim yang tlah dibagi.
Tim 1 :: Abarai Renji dan Dokugamine Riruka
Tim 2 :: Kurosaki Ichigo dan Inoue Orihime
Tim 3 :: Kuchiki Rukia dan Kujo Nozomi
Tim 4 kebawah tidak diberitahu karena keterbatasan tempat dan waktu.
"Okeeh, semua sudah kebagian pasangan, kan?" tanya Urahara dan dijawab 'Sampuun' oleh para peserta.
"Baiklah, kujelaskan! Setiap tim akan masuk secara bergantian kedalam sana. Seperti yang kalian tahu, di sekolah kita yang tercinta ini banyak penunggunya. Dan tugas kalian adalah kalian harus menanyakan cara kematian penunggu-penunggu sekolah kita yang tercinta ini. Tak usah banyak-banyak, 2 sampai 3 hantu saja sudah cukup." Jelas Urahara panjang namun singkat, mudah dimengerti namun sulit diingat.
"Mak kau! Dimana-mana orang normal itu menjauhi para hantu, bukan mencari bahkan menanyakan cara kematian mereka! kerajinan banget, sumpah!" kesal Renji.
"Sekarang saya tanya, Abarai-san itu orang normal, bukan?" tanya Urahara santai.
"Eh?" Renji terdiam.
"Enggak bisa jawab, kan? Hahahah!" tawa Urahara bangga namun mengesalkan.
"Ku-Kurang ajar!" geram Renji mengepalkan tangannya.
Kenapa Renji tidak dapat menjawab? Itu karena dia juga bukan manusia normal sepenuhnya. Dia punya rambut merah jabrik dan tato yang memenuhi tubuhnya yang tak dimiliki kebanyakan orang normal, bahkan mungkin hanya 1: di dunia ini. Tapi, bukan itu alasan utamanya tak bisa menjawab pertanyaan Urahara. Ada satu alasan. Alasan privasi milik Renji seorang yang tak bisa dibeberkan kepada khalayak ramai.
"Dan satu peringatan, bagi yang punya penyakit jantung koroner atau darah tinggi, diharapkan untuk jangan masuk jika tak ingin mati lebih cepat dari waktu ya tlah ditentukan." Jelas Urahara mengibas-kibaskan kipasnya.
"Apa? Riruka-chan, jangan ikut! Nanti darah tinggi-mu kumat dan kau akan mati!" kata Inoue mengingatkan.
"Si-Siapa yang darah tinggi?" kesal Riruka.
"Kau!" jawab Ichigo, Rukia, Inoue, Nozomi dan Renji serentak sambil menunjuk Riruka. Riruka langsung membatu, tak bisa membalas jika sudah dikatai serentak seperti itu.
"Sudah, sudah. Langsung saja, ya. Tim 1, kalian masuk duluan." Ujar Yoruichi menyudahi perbincangan itu.
"Baiik…" kata Renji mendekat.
"Tunggu! Kenapa aku harus berpasangan denganmu? Aku tidak mau bekerja sama dengan orang yang berambut merah!" kesal Riruka begitu mengetahui pasangan satu tim-nya adalah Renji.
"Rambutmu juga merah, bodoh! Sadarlah!" kesal Renji balik.
"Ooo, red-team, apa kalian plagiat dari red-devils?" tanya Ichigo yang ada disana.
"Diam!" bentak Renji dan Riruka bersamaan.
"Hei, sudah, sudah. Ini notes dan senter, bekal buat kalian kesana. Semoga selamat, ya!" ujar Yoruichi sembari memberikan sebuah notes dan 2 buah senter.
"Hei, dua senter gak bakalan cukup, nih! Gimana kalo mati?" gerutu Riruka.
"Tenang, jika habis dan jika kalian beruntung, kalian akan mendapatkan baterai didalam sana. Selamat berjuang!" kata Urahara menyambar.
"Haa? Kita ini bagaikan tengah memainkan game Fatal Frame 3! Menyebalkan!" omel Riruka lagi.
"Berhenti mengeluh dan sana masuk!" perintah Yoruichi.
Akhirnya, tim 1 masuk ke dalam sana dengan Riruka yang masih berasap-asap.
~ Red-Team Journey ~
"Woow, suasana yang eksotis!" kata Renji tertegun.
"Eksotis mak-mu? Tempat seram begini dibilang eksotis, kau harus operasi mata-mu itu, baboon!" cetus Riruka bersungut-sungut.
"Cerewet. Apa kau hanya bisa mengeluh saja? Berisik sekali! Pantas saja Ichigo tak pernah melirik dirimu!" kesal Renji balik.
Ucapan Renji itu dalam sekejap langsung membuat wajah Riruka memerah. "Tu-… Kenapa kau bawa-bawa Ichigo? Dia gak ada hubungannya, kok! Dan aku tidak menyukainya!" bantah Riruka menyembunyikan wajah merahnya.
"Hmph, jangan kau tipu diriku. Aku tau, kok bahwa kau itu bertepuk sebelah tangan sama Ichigo. Kasihan sekali dirimu itu." Ejek Renji.
"Ngaca, dong kalo ngomong! Kau juga bertepuk sebelah tangan sama Rukia. Kau tahu kenapa? Itu karena Rukia tidak suka pria heboh seperti dirimu! Contohlah Ichigo. Dia keren, tinggi, suara-nya keren dan kawaii, wajahnya tampan, pintar dan baik. Gak seperti dirimu!" hina Riruka balik dengan wajah yang menurut Renji cukup mengesalkan sambil entah disadarinya atau tidak, dia mendeskripsi-kan tentang Ichigo yang membuat wanita berambut merah itu menyukai Ichigo.
"Kita ini sama-sama bertepuk sebelah tangan pada pasangan yang sama, jadi gak usah saling hina!" kesal Renji.
"Eh, sorry, ya, cin. Saya gak ingat pernah mencintai Rukia. Apa kau ini mencintai Ichigo? Oh, god! Yaoi!" Riruka berkata dengan gaya seperti ibu-ibu tukang gosip.
"Eh, sorry, ya, cin. Saya juga gak ingat pernah mencintai Ichigo. Apa kau ini mencintai Rukia? Oh, god! Yuri!" balas Renji dengan gaya yang sama.
"Aku gak pernah suka pada wanita, ya! Aku ini masih straight! Lurus! Gada lika-liku!" bantah Riruka.
"Yaudah, gue juga!"
Karena mereka bertengkar tidak jauh dari pintu masuk, isi percakapan pertengkaran mereka terdengar jelas oleh peserta lain. Yang mendengar hanya sweetdrop, begitu juga 2 main-chara dari pertengkaran mereka.
"Kok mereka malah bertengkar? Bukannya uji nyali malah uji mulut…" batin Rukia sweetdrop.
"Sejak dulu aku tahu Renji itu bodoh, tapi ini tindakannya yang paling bodoh." Batin Ichigo yang juga sweetdrop. Tapi, tak tampak dari 2 main-chara pertengkaran tersebut yang merasa diri mereka disebut-sebut.
"Riruka-chan, Renji-kun, hentikan! Pertengkaran kalian itu didengar sama 2 main-charanya, nih!" batin Inoue juga yang terlihat panik.
Oke, back to Red-team yang menyudahi adu argument itu dan melanjutkan perjalanan.
"Baiklah, kalau tidak salah, ini perpustakaan, kan? Kudengar, belakangan ini Nanao-san sering melihat hal yang aneh-aneh disini." Kata Renji.
"Ya. Tsukishima-san juga. Dia sering melihat sosok berkepala botak yang sering bergerak dengan cepat lewat sela-sela rak buku!" Tambah Riruka.
Diluar...
"Oh, iya, kudengar katanya beberapa hari ini kau selalu dihukum membersihkan perpustakaan, ya, Ikkaku?" tanya Yumichika pada Ikkaku yang kebetulan ada disana.
"Ah, iya. Menyebalkan."
Back to perpustakaan. Tim 1 pun hendak masuk. Renji memegang knop pintu dengan bergetar. Tubuhnya bergetar hebat, merasakan perasaan takut yang tiba-tiba. Sampai-sampai, saking terlalu gemetaran, pintu yang dipegang Renji pun ikut bergetar kuat hingga menimbulkan suara berisik tak menentu.
"Hei, Renji, jangan gemetaran begitu! Aku jadi takut, nih!" kesal Riruka yang bersembunyi dibelakang Renji.
"Ja-Jangan bercanda! Ini pertama kalinya aku merasakan ketakutan sampai ke tulang rusuk hati terdalam-ku!" kata Renji yang keringat dingin, pucat dan gemetar.
"Tenanglah! Bukannya ketakutanmu yang paling dalam itu saat Rukia marah dan ngamuk habis-habisan padamu karena kau mengintipnya bulan lalu?" tanya Riruka menyemangati Renji.
"Itu mah bukan takut lagi! Aku bagaikan bertemu dewi penjaga neraka yang akan menyeretku dan menceburkan aku ke panasnya api neraka! Kemudian memutar tubuhku bagaikan kain jemuran!"
"Sudahlah, cepat buka!" perintah Riruka.
Akhirnya, dengan keberanian, Renji memutar knop pintu itu, membukanya pelan. Untuk awal-awal, dia buka sedikit dan bersama dengan Riruka, dia sinari ruang dalam dengan senter sembari mengintip. Tak ada apa-apa, suasana aman.
"Kita masuk!" ajak Renji. Dengan tetap berada dibelakang Renji, Riruka pun masuk dengan takut-takut.
Mereka pun berjalan dengan perlahan dengan tangan menyinari sudut-sudut ruang.
"Kekekeke…"
"Hiii!" Riruka langsung ketakutan begitu mendengar suara terkekeh dan suara langkah kaki yang berlari dibelakangnya.
"Kenapa?" tanya Renji.
"Aku tak suka situasi ini! Cepat keluar!" pinta Riruka mulai takut.
"Mana mungkin kita bisa keluar sebelum ketemu sama satu setan." Gerutu Renji kembali melangkahkan kakinya.
Mata Riruka membulat, tubuhnya kaku dalam sekejap, keringatnya mengalir.
"Ren… ji…" panggil Riruka terbata-bata.
"Ng?"
"Setannya… sudah muncul." Kata Riruka.
"Ha?"
Renji menoleh dan melihat dibelakangnya, dihadapan Riruka berdiri sesosok tubuh hitam besar, lebih besar dari Sado, menyeramkan, bau dan sebagainya. Karena tanpa sengaja Riruka mengarahkan senternya ke wajah sosok itu, terlihat darah mengalir, mata menggantung dan dari bolongan matanya itu keluar cacing besar alaska yang menjijikkan, sisi depan tangannya terkoyak dan memperlihatkan tulang putih yang sudah mulai memudar warnanya itu.
Lantaslah Riruka menjatuhkan senternya dan... "Gyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa~~~~~!" Renji dan Riruka berteriak sekeras-kerasnya begitu melihat sosok hitam besar bagaikan campuran peranakan Genderuwo dan Big-foot itu ada dihadapan mata merah dan coklat mereka.
Renji dan Rukia langsung berlari secara terpisah begitu melihat sosok tersebut. Dengan kecepatan penuh, mereka sama-sama berlari sambil berteriak dan tangan mengangkat keatas.
"Lari ala okama, mode ON!" kata Renji memencet 'tombol'-nya yang membuatnya langsung berlari ala Okama dari One Piece.
"Gyaaaa~~!" jerit Riruka begitu dia melihat ke belakang, sosok itu mengejarnya dengan cepat.
"Tidaaaaaaaaak! Kenapa malah mengejarku? Apa kau ini lolicon? Menjauuuh!" seru Riruka yang berlari. Sosok itu tetap mengejar Riruka dengan gaya lari seekor gorilla.
Karena perpustakaan sekolah mereka besar, mereka bertiga kejar-kejaran didalam perpustakaan. Renji kemana, Riruka yang apes di kejar oleh sosok itu lari ntah kemana-mana. Riruka pun segera bersembunyi begitu mendapat sedikit celah saat sosok itu berhenti sambil memegangi hidungnya karena dengan sok-nya, sosok itu berlari sambil ngupil. Riruka lalu mengintip situasi kondisi dari sela-sela buku…
"Gyaaaaaaaaaa! Kenapa sekarang gue yang dikejaar? Lari ala okama, mode OFF! Lari ala baboon, mode ON! Fuho! Fuho! Fuho!" seru Renji yang langsung berlari ala baboon, tak lupa dengan ekspresi-nya yang 11-12 sama baboon itu.
"Riruka, dimana kau? Apa kau sudah melupakan tugas kita? Cepat tanyakan cara kematian sosok mutagenesis ini!" perintah Renji yang kali ini gantian di kejar oleh sosok hitam itu.
"Kita tanyakan berdua, bodoh! Kau mau mengorbankan seorang wanita untuk bertanya seorang diri pada mahluk teratogenesis itu, ha? Jangan bercanda!" omel Riruka dari tempat persembunyiannya yang tak bisa diketahui oleh Renji.
"Kau dimana? Cepat keluar dan kita tanyakan bersama!"
"Gak mau! Aku takut pada mahluk gak kawaii itu! Dia itu monster!" kesal Riruka.
"Dan lagi, diliat dari wujudnya sekarang, dia itu mati karena dibunuh yang sebelumnya disiksa dan mayatnya dibuang ntah kemana-mana namun gentayangannya di sekolah kita yang terkutuk ini!" lanjut Riruka mengomel-ngomel. Ya, inilah hebatnya wanita ini. Tak perlu situasi kondisi sedang seperti apa, dia selalu mendapatkan waktu untuk ngomel.
"Jangan bercanda! Babbon level 3, mode ON! Assassin mode ON!" seru Renji yang langsung melempar bangku perpustakaan pada sosok itu, hingga membuat sosok itu berhenti mengejarnya dan menghancurkan bangku perpustakaan yang dilempar.
"Tunggu! Apa yang kau lakukan? Kau tak boleh seenaknya menghancurkan bangku perpustakaan! Tsukishima-san dan Nanao-san bisa marah!" Riruka keluar dari tempat persembunyiannya dan memarahi Renji.
"Paling gak bisa menghentikan gerakan si monster teratogenesis ini!" kata Renji lega.
"Ayo kita segera selesaikan tugas kita!"
Mereka pun mendekati sosok hitam yang tergeletak tak bergerak itu. Dengan percaya dirinya, Renji mendekati sosok itu, menyentuh sosok itu. Dia jongkok didepan sosok itu, sementara Riruka menunduk mengamati dari jauh karena masih takut. Dan begitu Renji hendak menyentuh wajah sosok itu, mendadak mata sosok itu terbuka, mengeluarkan cacing besar alaska dari bolongan matanya dan dengan cepat memegangi tangan Renji.
"Gyahooooooo~~...!" Renji langsung menjerit sambil menarik tangannya hingga terjatuh, mendorong Riruka, "Kyaaa!" dan menimpa Riruka yang bertubuh kecil itu.
"Aduuh, Renji, kau ini kenapa, sih? Berat, tau!" kesal Riruka mendorong tubuh Renji yang menimpanya.
"Se-Se-Setannya… Setannya… Setannya gerak! RUN AWAY mode ON!" seru Renji yang tanpa pikir panjang langsung menggendong Riruka dengan Bridal-style.
"Eeeeeh?"
Mereka langsung berlari sekencang-kencangnya, secepat kilat, menggunakan shunpo, sonido, sampai hirenkyaku untuk kabur dari mahluk teratogenesis itu. Terus berlari sampai keluar dari bangunan, menuju lapangan.
"Gyaaaaaaaaaaaaaaaaaa~~~~~~~!" jerit Renji dan Riruka bersamaan.
"Ah, mereka keluar." Kata Ichigo santai.
*buzyung*
Mereka melewati barisan para peserta dengan sangat cepat bagaikan angin dan berhenti karena *byur!* jatuh di kolam renang sekolah.
"Gila, mereka gila!" batin Ichigo.
"Tidak, Renji yang paling gila. Gendong Riruka ala bridal-style dan sama-sama menceburkan diri di kolam." sambar batin Rukia seakan menjawab ucapan batin Ichigo.
"Tidak, mereka berdua itu gila!" Nozomi pun ikut menyambar.
"Okee, tim 1 dinyatakan gagal karena tidak bisa menyelesaikan tugas dan juga kabur sambil berteriak!" seru Yoruichi dengan kedua tangan membentuk huruf X.
"Semua orang normal kalo udah ngeliat setan pasti akan berlari sambil teriak!" kesal Riruka yang muncul dari permukaan air.
"Itu benar! Kalian bisa bicara begitu karena kalian enggak tahu apa-apa saja yang ada didalam sana!" tambah Renji.
"Boodoh, kau pikir sudah berapa tahun kami bersekolah disini? Kami sudah tahu apa-apa saja yang ada didalam sana!" gerutu Ichigo dengab kerutan di alisnya makin pararh dari biasanya.
"Ichigo benar. Disana ada kursi, meja, papan tulis, buku, dan sebagainya…" sambar Nozomi berbicara dengan wajah datarnya.
"Bukan itu!" kesal Renji dan Riruka.
"Sudah, sudah, jangan bertengkar. Tim 1 dinyatakan gagal, tim 2, langsung saja masuk kedalam." Kata Yoruichi menghela nafas, mulai lelah menghadapi komentar, keluhan dan gerutuan dari tim 1 itu.
"Baik! Mohon bantuannya, Kurosaki-kun!" kata Inoue.
"Ah!"
Tim 2 yang beranggotakan Kurosaki Ichigo dan Inoue Orihime pun masuk kedalam sana, memulai uji nyali.
~ TO BE CONTINUE ~

Read More >>

Selasa, 10 Januari 2012

Perjanjian Kita

Ringkasan : C.C memejamkan mata. Dia rindu. Terlampau rindu sampai tak sadar air matanya mengalir. Malam itu makam sang raja dibongkar. LelouchXC.C. Berminat baca dan review?
Peringatan : Gaje, OOC, alternate reality, maybe typo. Upacara di bawah adalah fiktif dan hanya terjadi di kepala author. Tidak diperkenankan untuk mempraktekkan di dunia nyata.
Rate : T
Genre : Horror, Supernatural.
Words : 1068.
Code Geass : Lelouch of the Rebellion belongs to : Sunrise and CLAMP.
.
.
.
Kontrak Kita
Pada musim ziarah, biasanya seluruh makam akan terlihat baru. Memang nisannya tidak akan diganti. Mana mau orang yang masih hidup mengeluarkan uang untuk yang sudah mati? Tak berguna lagi? Tapi setidaknya, mereka akan berkorban sedikit untuk sebuket bunga atau sekedar menyuruh orang untuk memangkas ilalang yang mengganggu pemandangan. Atau bagi yang benar-benar pelit, setangkai bunga dandelion cukup memenuhi kewajiban mereka. Berusaha sekedar mempercantik makam agar tak terlihat seperti orang yang tak tahu balas budi terhadap nenek moyang.
Tapi sepertinya makam yang ini agak berbeda. Batu nisannya retak-retak – kata yang lebih tepat sebenarnya hancur – tapi ya sudahlah. Tulisannya memudar dan hampir tidak terbaca karena kotor. Hanya beberapa kata yang masih terbaca seperti 'terkutuk', 'bencana' dan – sulit sekali membaca kata yang lain. Sebenarnya makam ini hampir tak terlihat karena ilalang yang sangat tinggi dan tak terkontrol.
Bukankah di setiap pemakaman ada orang yang bertugas menjaga makam agar setidaknya terlihat layak? Tapi sepertinya orang ini tak mau buang tenaga untuk memelihara makam yang satu ini. Lihat saja beberapa orang yang mulai mendekat itu. Mereka tak segan-segan membuang kotoran anjing peliharaan mereka ke arah makam itu. Bahkan, anak-anak yang sewajarnya takut dengan pemakaman terlihat antusias menjadikan makam itu sebagai target latihan mereka untuk menjadi pitcher dalam olahraga baseball. Bedanya bola yang mereka lempar adalah tanah yang dibentuk menyerupai bola.
Langit yang awalnya cerah perlahan-lahan tertutup awan hitam dan suara halilintar mulai terdengar meski masih sayup. Sepertinya malam ini badai akan datang lagi. Anak-anak itu mulai berhamburan pulang ke rumah masing-masing, tak mau terkena badai. Air langit mulai berjatuhan. Yang awalnya mulai rintik berubah menjadi deras disusul dengan halilintar yang membabi buta. Tanah yang menutupi makam mulai luntur dan kembali menyatu dengan bumi. Satu kalimat utuh dapat terbaca meskipun sulit.
'Di tanah ini beristirahat untuk selamanya
Lelouch vi Britannia
Yang terkutuk dan bencana bagi seluruh umat manusia.'
.
.
.
Bagi C.C, hidup itu membosankan. Sudah lama dia ingin mengakhiri hidupnya, tapi dia tak berdaya. Sudah banyak dia membuat kontrak dengan manusia setelah Lelouch untuk segera memuaskan hasratnya. Tapi semua sia-sia. Tak ada yang mampu memenuhi permintaannya. Pada akhirnya semua manusia yang menjalin kontrak dengannya kehilangan kontrol atas Geass-nya sendiri dan hancur. Entah karena dirinya sendiri atau karena C.C yang mengakhirinya.
Pernah satu ketika orang yang menjalin kontrak dengannya menyatakan cinta padanya. Namun, apa yang harus dia perbuat apabila hatinya sudah ditawan oleh seseorang yang sudah lama mati? Tak tahu deritanya hidup di dunia sendirian.
Pada awalnya dia menganggap hidupnya yang tak biasa akan berjalan seperti biasa setelah kematiannya yang menggemparkan. Tapi ternyata dia salah. Seiring berjalannya waktu hatinya yang sudah sakit semakin kronis. Dia tahu tak ada gunanya lagi hidup di dunia tanpa dia. Bahkan pizza sudah tak menarik lagi.
Seabad berlalu. Nunally sudah lama mati dalam tidur nyenyaknya. Menyusul kakak yang sangat dikasihinya, meninggalkan dunia damai yang dibuat oleh kakaknya. Berbeda dengan makam kakaknya, makam Nunally berada di sebuah padang bunga. Hampir tiap hari orang berziarah untuk memanjatkan doa atau sekedar menaruh setangkai bunga sekadar untuk memperindah makam yang sudah sangat sempurna. Kontras, bukan?
Suzaku masih berakting menjadi Zero. Menjaga kedamaian dunia. Terkadang dia mengunjungi C.C, sekadar untuk bernostalgia dalam diam. Setiap bertemu, tak pernah ada kata terucap hingga akhirnya mereka tak bertemu lagi. Menyerah pada masa lalu yang semakin tertinggal di belakang. Tenggelam oleh masa depan.
C.C memejamkan mata. Dia rindu. Terlampau rindu sampai tak sadar air matanya mengalir. Malam itu makam sang raja dibongkar.
.
.
.
Lilin-lilin itu menyala membentuk sebuah lingkaran. Seorang wanita berambut hijau berdiri di tengah dan memegang sebatang tengkorak dan sebilah pisau perak. Seorang anak laki-laki tergeletak di hadapannya, tak sadarkan diri. Setelah menarik napas selama beberapa saat, dia memejamkan mata dan mulai merapalkan beberapa kalimat yang sulit dimengerti tanpa jeda. Setelah selesai dia membuka mata dan berlutut. Tangannya gemetar. Dia mengangkat tangan dan menebaskan pisau yang dia genggam ke arah leher anak tersebut. Setelah itu dia menggantikan kepala anak itu dengan tengkorak yang dia pegang seakan mereka dapat menyatu.
Dia berdiri kembali. Tengkorak yang dia pegang berganti dengan kepala anak yang dia tebas. Darah mengucur dari leher yang putus. Dia mulai merapalkan kembali kata-kata aneh sembari mengalirkan darah ke arah tengkorak yang sekarang tergeletak di tanah. Dahinya berkerut menyiratkan bahwa dia berkonsentrasi keras agar tak ada yang salah atau terlewat dalam pengucapannya. Matanya kembali terpejam.
Lama kelamaan suaranya memelan dan akhirnya menghilang sama sekali. Upacaranya sudah selesai. Perlahan-lahan dia membuka mata dan melihat seorang laki-laki berdiri hadapannya. Dia tersenyum puas.
"Apa kabar, Lelouch?" laki-laki itu hanya diam seakan tak mengerti apa yang dia bicarakan.
"Kau tak berubah. Tetap sinis seperti dulu," kali ini C.C mendekat dan menyentuh wajah Lelouch. Dia tetap berdiri diam dan menatap mata C.C dalam.
"Kau tahu aku tak suka diabaikan. Jawab aku!" gurat kekecewaan terlintas di wajah C.C. Dia tak tahu Lelouch akan sediam ini. Namun dia berubah pikiran ketika lengan Lelouch menariknya ke dalam pelukannya. Pelukan ini tak hangat. Tubuh Lelouch dingin, tak memiliki suhu. Namun cukup membuat air mata C.C merebak. Satu lilin padam.
"Aku rindu dirimu, Lelouch," Lelouch melonggarkan pelukannya dan menarik wajah C.C mendekat. Bibir Lelouch sedingin es, menyatu dengan bibir C.C. keduanya memejamkan mata, melepas rindu yang telah lama terpendam. Ciuman itu lama dan dalam namun pasti ada akhirnya.
C.C menatap mata Lelouch dan menyadari bahwa hadiah pemberiannya masih ada. Geass itu masih ada. Hatinya berbunga-bunga. Ternyata selama ini ikatan antara dirinya dengan Lelouch tidak hilang. Dua lilin padam.
"Maafkan aku yang telah memberi kutukan ini padamu. Andai kita tak pernah bertemu, hidupmu tak akan berakhir seperti itu," kata C.C sambil melirik lilin yang tinggal tiga.
"Setelah dirimu mati, dunia menjadi seperti yang aku inginkan." C.C tertawa ringan dan melanjutkan, "Suzaku masih menjadi Zero," tawa itu hilang dan C.C menunduk. Tiga lilin padam.
"Tapi aku sudah bosan dengan pizza," dia tahu dia tak punya waktu banyak, "Aku bosan hidup," C.C melepaskan pelukannya dan beringsut menjauh. Dia membalikkan badan sehingga punggungnya yang menghadap Lelouch.
"Kau masih mau memenuhi kontrak kita, kan?" C.C berbalik dan tersenyum, "Gantikan aku. Jadilah immortal," C.C mengulurkan tangannya."
"Kau mau memenuhi janjimu, kan?" empat lilin padam.
Lelouch menatap tangan C.C yang terulur ke arahnya. Perlahan dia meraih tangan itu ke dalam genggamannya.
"Terima kasih, Lelouch."
Semuanya berjalan begitu cepat. Tanda di dahi C.C menghilang dan berpindah ke dada Lelouch. Tepat di tempat pedang Suzaku menembus tubuhnya. Bersamaan dengan itu tubuh C.C terjatuh ke tanah dan memudar hingga akhirnya menghilang.
Lilin terakhir padam. Di tengah-tengahnya terdapat tengkorak dan tubuh yang sudah mati.
End.
Read More >>

The God Of Death In Halloween Day

DISCLAIMER: Hunter X Hunter hanya milik Yoshihiro Togashi seorang! tapi tetap saja cerita ini milik saya yang terinspirasi dari sebuah komik yang bahkan saya lupa judulnya~
GENRE(S): Friendship, Mystery , Fantasy
KARAKTER(S): Killua Zoaldyeck as himself, Gon Freech as himself.
WARNING(S): Abal, gajelas, sulit di mengerti, miss typo(s), terkesan buru-buru, OOC, AU dan warning warning lainnya inside!
A/N :yaaa...! ini dia cerita special dariku khusus buat Halloween... ada 2 cerita special halloween day lainnya pertama aku publish di Fandom Naruto kedua ada di fandom Kingdom hearts. sabi kali tengok dan review ceritaku yang lain -doooorrrr- XD Well, enjoy it ya!

Killua dan Gon sedang menaiki sebuah lift. Killua hanya tertunduk diam, ia merasakan firasat buruk ketika melihat jumlah orang yang menaiki lift adalah 13 orang.
"Killua... Kau kenapa?" tanya Gon dengan wajah cemas melihat sahabatnya berwajah risih
"tidak apa Gon... Aku hanya memiliki firasat buruk..." jawab Killua. Disaat bersamaanpun tiba-tiba lift berhenti di tengah jalan.
"a-ada apa ini?" ucap salah satu penghuni lift itu.
"sepertinya liftnya rusak! Aku dengar lift di sini memang suka ngadat" jawab penghuni lainnya. Killuapun jadi semakin berwajah pucat, ia tidak tau mengapa ia jadi ketakutan sendiri. Entah hanya perasaannya atau bukan, tapi ia merasakan adanya hawa jahat yang membuatnya tersiksa. Tiba-tiba sebuah tangan pun menggenggam tangan Killua yang bergetar. Killuapun mengangkat wajahnya yang tadi sempat ia tundukan.
"tak apa kok Killua, semua akan baik-baik saja" ucap si pemilik tangan yang tak lain adalah Gon yang tersenyum lembut. Senyum Gon sangat teduh dan hangat membuat Killua jadi sedikit merasa aman berada di sisi sahabat yang paling ia sayangi itu. Tetapi tetap saja Killua tidak bisa menghentikan rasa parnonya. Tiba-tiba lampupun mati... Genggaman tangan Gon semakin erat karena Gon dapat merasakan tangan Killua makin gemetaran.
"arrggghh!" tiba-tiba sebuah teriakkan terdengar. Lampupun kemudian kembali menyala. Semua penghuni terkejut ketika melihat mayat tergeletak dengan mata membulat dan mulut mengongo, tak terkecuali Gon dan Killua.
"dia di sini..." ucap sebuah suara bergetar dan semua matapun memandang ke arah asal suara itu.
"dewa kematian... Dia disini... Dia akan membunuh kita semua..." lanjut suara yang berasal dari seorang perempuan separuh baya yang mengenakan jubah serba hitam. Entah mengapa Killua percaya akan ucapan orangtua yang bahkan tidak ia kenal. Killuapun bisa merasakan adanya keringat dingin yang mulai mengalir membasahi tubuhnya. Ia belum mau mati.
"siapa kau? Kenapa kau seyakin itu?" tanya salahsatu penghuni itu.
"namaku grace... Aku adalah peramal tarot... Tadi tarotku mengeluarkan kartu dewa kematian" ucap wanita itu memperkenalkan namanya seraya menunjukkan kartu dewa kematian
"cih! Apaan kau nek? Kau mau kita mempercayaimu?" ucap seorang pria menepis tangan Grace sehingga kartu tarot grace berjatuhan semua. Seluruh tarot yang terjatuh tertutup kecuali satu kartu, kartu yang kemudian di ambil oleh Killua. Kartu yang bertuliskan "worry". Melihat kartu itu, Killua jadi semakin parno sendiri.
"tidak apa kok Killua. Semua akan baik-baik saja" ucap Gon seolah tau apa yang dipikirkan Killua. Tapi tiba-tiba lampupun mati lagi. 1 menit kemudian lampu menyala lagi.
"kyaaa...!" teriak sebuah suara perempuan. Kini 2 mayat lagi berjatuhan. Ada seorang pria yang memegang pisau yang membuat semua orang curiga
"pisau apa itu?" tanya seorang perempuan berumur berkisar 20 tahunan. Semua matapun memandang ke arah orang yang memegang pisau
"aku tidak tau, tadi ada yang nyaris menusukku dengan ini, jadi cepat-cepat ku ambil" jawab orang itu dengan nada yang sangat bisa di percaya.
"arrgghh! Bagaimana ini? Aku satu ruangan dengan dewa kematian!" teriak sebuah suara yang kemudian mengambil pisau yang di pegang orang tadi.
"kalau gitu, tinggal bunuh dewa kematian saja bukan?" ucap pria itu menaikkan pisau yang di ambilnya
"memangnya kau tau siapa dewa kematiannya?" tanya Killua dan pria itu hanya memandangi Grace. Grace hanya menggeleng seolah mengerti maksud tatapan mata orang itu
"yasudah, tinggal kubunuh kalian satu persatu. Dewa kematiannya pasti mati kalau aku benar" ucap pria itu mulai menusukkan pisaunya ke Grace.
"aku rasa dialah dewa kematiannya... Hehe" ucap pria itu seraya menjilati darah yang menempel di pisaunya. Kemudian lampupun padam lagi.
Bau darah semakin memuakkan di hidung Killua. Keadaan gelap membuat para penghuni menjadi ketakutan dan ricuh. Ketika lampu menyala, pria yang tadi menusukkan pisau ke Grace mati dengan pisau yang sama dengan yang ia gunakan untuk membunuh Grace menancap di dadanya. 8. Hanya tersisa 8 orang di lift itu. Killua jadi ketakutan sendiri.
"dewa kematiannya masih ada di antara kita..." ucap sebuah suara yang membuat suasana semakin tegang. Para penghunipun mulai menatap tajam penghuni yang lainnya, mereka seolah akan membunuh satu sama lainnya dengan tatapan itu. Mereka ingin tetap hidup, dan jalan satu-satunya adalah membunuh dewa kematian yang bahkan tidak di ketahui siapa. Killua dan Gon jadi ketakutan sendiri melihat tatapan mereka semua yang tajam. Akhirnya merekapun jadi saling membunuh, melihat pembunuhan itu, bukan Killua yang takut sekarang melainkan Gon. Killua yang menyadari tubuh Gon mulai bergetarpun langsung menarik tubuh Gon dan memeluknya.
"tenanglah... Bukankah katamu semuanya akan baik-baik saja?" tanya Killua dan Killua merasakan adanya anggukan dari Gon yang di peluknya. Sebetulnya ia takut bukan karena takut dirinya mati, tapi ia takut
terjadi apa-apa dengan sahabatnya.
Ia tak mau kehilangan sahabat yang telah mengeluarkannya dari kelamnya dunia.
"hanya tersisa kalian bertiga... Siapa di antara kalian dewa kematiannya?" ucap sebuah suara serak dari pria berbadan kekar. Wajah pria itu pucat ketika tubuhnya terselubungi oleh darah dari orang yang sudah ia bunuh. Pisau yang masih di genggam erat oleh pria itu terarah ke mereka bertiga dengan tangan gemetaran. Tiba-tiba lampu padam kembali. 1 menit kemudian lampu kembali menyala dan pria itu sudah tak bergerak bersimbah darah. Hanya tersisa Gon, Killua, dan seorang wanita yang masih ketakutan. Tiba-tiba wanita itu mengarahkan silet ke arah Gon.
"hentikan!" ucap Killua panik menarik tubuh gadis itu dan mencekik gadis itu. Gadis itu terus berusaha mengambil udara tapi hasilnya nihil.
"hentikan Killua!" teriak Gon tapi Killua tetap tidak berhenti mencekik gadis itu hingga sekarang gadis itu tergeletak meninggal. Killua bagai kehilangan kendalinya.
"apa yang kau lakukan , Killua? Kau membunuh gadis itu!" ucap Gon kepada Killua yang sedang menundukkan kepalanya.
"berisik" ucapnya mencekik Gon juga. Gonpun menatap mata Killua yang kosong. Ia tau Killua sedang lepas kendali.
"hen...ti...kan... Ki...llu...a..." ucap Gon tapi ia sudah keburu kehabisan nafas. Killuapun segera melepas cekikannya dan Gon terjatuh lemas.
"a-apa... Apa yang ku lakukan?" ucap Killua gemetaran menatap tangannya.
"Gon ayo bangun Gon! Ayo bangun!" ucap Killua menggoyang tubuh Gon yang sudah mulai tak bergerak. Gon hanya terdiam menandakan ia sudah mati.
"Gon..." ucapnya lirih mengeluarkan kuku dan mulai menusukkan ke tubuhnya. Untuk terakhir kalinya ia melihat sekeliling. Penuh darah dan mayat. Tiba-tiba matanya membesar ketika menghitung jumlah mayat itu.
"mayatnya..." ia tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena ia makin kehilangan kesadarannya.

Daerah sekitar Lift itu pun ramai akan polisi dan detektif.
"ada 12 mayat yang di temukan di dalam lift bersimbah darah. pak" ucap seorang asisten kepada kepalanya.
"9 mayat bersimbah darah, 2 mayat kehabisan nafas, dan seorang lagi sakit jantung. sepertinya karena suatu hal mereka salinjg membunuh , pak" lanjut asisten itu menjelaskan keadaan dan kepalanya kemudian mencatatatnya. tiba-tiba sebuah kecoakpun keluar dari lift itu dan ketika sudah berada di balik dinding, kecoak itu berubah menjadi sosok pria dengan jubah hitam dan sabit di tangan kanannya.
"fufufu... padahal aku belum membunuh mereka satupun... tadi agak terkejut juga ketika wanita tua itu meramalkan keberadaanku" ucap sosok itu terkekeh
"sepertinya bocah yang bunuh diri tadi itu hampir menyadari kalau mayat yang ada hanya 12, seharusnya kan 13 ya?" fufufufufu lanjut sosok itu tertawa semakin mengerikan.
"tapi baguslah tugasku jadi lebih mudah untuk halloween kali ini... aku berhasil mengumpulkan 12 jiwa, lebih banyak dari biasanya... huwahahahaha" ucap sosok itu tertawa mengerikan dan kemudian menghilang.
Read More >>

Senin, 02 Januari 2012

The Seven Light Chapter 8 (Complete)

.
.
.
Disclaimer:
Naruto dengan karakter-karakternya milik Tuan Masashi Kishimoto
.
.
The Seven Light milik saya aka Tania Namikaze
(AU, sedikit OOC, mungkin ada typo, dll)
.
.
Summary:
Setelah setahun menghilang, The Seven Light akhirnya kembali. Organisasi yang berisikan tujuh orang berbakat dengan satu pemimpin itu mulai melakukan pembunuhan yang tidak jelas tujuannya. Apa yang akan terjadi pada organisasi ini jika anggotanya mulai berpikiran untuk melenyapkan organisasi tersebut?
.
.
.
Chapter Sebelumnya:
.
.
.
"Kalau begitu sudah diputuskan bahwa kami tidak akan menangkap anggota The Seven Light. Sebaiknya sekarang kita mulai untuk membicarakan siapa sebenarnya ketua The Seven Light," ucap Kiba.
.
'Ya, aku adalah putri tunggal keluarga Yamanaka. Sudah seharusnya aku pandai dalam hal ini. Ini kulakukan agar aku bisa membalas dendam pada orang yang telah membunuh saudara-saudaraku di Iwa dua tahun yang lalu. Aku pasti akan menemukanmu, ketua The Seven Light,' batinnya seraya melepas anak panah. Dan anak panah tersebut lagi-lagi tepat mengenai sasaran.
.
"Asal kalian berdua tahu, sebenarnya tujuanku bergabung kembali dengan organisasi itu adalah untuk menghancurkannya. Aku melakukannya demi membantu kakakku," sahutnya.
"Baguslah kalau begitu. Sepertinya Itachi tidak perlu mengkhawatirkanmu," ujar Yahiko.
.
Ia pun menggeleng, "tidak Naruto. Kau tidak salah. Se..sebenarnya aku juga menyukaimu, hanya saja aku terlalu takut u..untuk mengatakannya," aku Hinata dengan wajahnya yang semakin memerah.
"Hi..Hinata," Naruto pun segera memeluk Hinata. "Te..terimakasih, kalau begitu mulai sekarang kau menjadi kekasihku. Kau mau, kan?"
Naruto dapat merasakan kalau Hinata mengangguk di dalam pelukannya.
.
"Kalian tahu, hanya dengan membaca pesan ini aku sudah tahu siapa sebenarnya ketua The Seven Light," sahut Naruto dan detik itu juga hujan pun mulai turun di luar sana yang disertai dengan petir menyambar.
.
.
.
Chapter 8
"Kalian tahu, hanya dengan membaca pesan ini aku sudah tahu siapa sebenarnya ketua The Seven Light,"
"Naruto, kau jangan bercanda. Cepat kemarikan handphonenya," Itachi segera mengambil handphone Aoba dari tangan Naruto.
Dia mulai membaca pesan yang tertampil di layar ponsel Aoba.
"Cih! Aku pikir dalangnya siapa, ternyata hanya dia. Seekor ular yang sedang berusaha menggigiti kita dengan giginya yang tak berbisa. Sebuah usaha yang sia-sia karena sebentar lagi dialah yang akan tertangkap oleh kita," nampak seulas senyum tergambar di wajah milik Komandan kepolisian tersebut.
"Kau punya pikiran yang sama denganku, Kak Itachi," ucap Naruto sambil menepuk bahu Itachi.
"Hei, kalian itu membicarakan apa? Jangan buat kami seakan-akan tidak ada di sini,"
"Kalau begitu, coba saja kau baca pesan ini, Neji," Itachi segera memberikan handphone tersebut kepada Neji.
Mata lavender Neji segera dapat menangkap tulisan yang ada di layar handphone tersebut.
Aoba, kau di mana? Tuan Orochimaru mencarimu. Cepat kau kembali, jangan membuat dia marah.
.
.
From: Kabuto Y.
Neji pun segera membaca pesan tersebut agar semua orang yang ada di sana dapat mendengarnya.
"Hah? Mereka itu bodoh atau apa sih?" gumam Ino.
"Sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga," gumam Sasuke.
"Dan tupai itu jatuh ke kubangan, hahaha.." Kiba menertawai perkataannya sendiri.
"Itu tidak lucu, Kiba. Sekarang sebaiknya kita pikirkan dulu apa yang akan kita lakukan pada Aoba," ujar Shikamaru sambil melihat Aoba yang ada di atas sofa.
"Biar aku yang membawanya ke kantor polisi," Hana tiba-tiba berbicara.
"Kau akan membawanya sendiri?"
"Aku akan bersama Kiba,"
"Mm..baiklah. Kau berangkat saja sekarang,"
"Siap, Komandan," Hana pun segera pergi ke kantor polisi bersama Kiba dan tentu saja bersama Aoba yang mereka letakkan di jok belakang mobil Hana.
"Sekarang apa yang akan kita lakukan?" tanya Shizune.
"Kita harus mencari sinyal handphone milik Kabuto agar kita tahu mereka ada di mana, lalu kita menyusun strategi bagaimana cara kita untuk menangkap mereka," sahut Naruto sambil mengaktifkan laptopnya yang baru saja dia ambil dari kamarnya. Sebuah laptop berwarna oranye dengan tulisan katakana Naruto di sudut kanan atasnya.
"Aku masih tidak menyangka kalau dalang dari semua ini adalah Orochimaru. Dia itu buronan yang sampai sekarang belum berhasil kami tangkap," ujar Neji tiba-tiba.
"Mungkin kali ini, kita bisa menangkapnya. Kepolisian Konoha tidak mungkin bisa menangkapnya tanpa bantuan kami," ucap Sasuke percaya diri.
"Kau itu terlalu percaya diri, Sasuke,"
"Sudah, sudah, hentikan omongan kalian. Lebih baik kalian membantuku," ucap Naruto seraya menyerahkan laptopnya pada Sasuke.
"Baik. Selagi para lelaki mengerjakan tugasnya. Anak-anak gadis, ayo ikut aku. Kita buat minuman dan cemilan untuk semuanya," ajak ratu di rumah tersebut, Kushina Namikaze.
.
(o^o)
.
Jam besar di pusat kota Konoha sudah menunjukkan jam setengah tujuh pagi. Matahari belum menampakkan wujudnya kali ini, sepertinya sedang bersiap-siap untuk bangun dari tidurnya. Penduduk kota pun baru sedikit yang bangun karena sekarang hari Minggu. Mungkin yang baru bangun hanyalah penduduk yang benar-benar rajin atau hanya sedang ingin bangun pagi.
Di sebuah Mansion di Konoha terlihat ada seorang gadis yang sedang berdiri di balkon yang ada di lantai dua mansion tersebut. Gadis dengan rambut indigo dan mata abu-abu.
Sejak tadi dia memejamkan matanya. Berusaha merasakan hembusan angin di pagi itu. Angin pagi itu memang cukup dingin karena hujan baru saja berhenti. Sejak semalam hujan besar telah mengguyur Konoha dan baru setengah jam yang lalu hujan berhenti. Beberapa kumpulan awan mendung masih menggantung di atas sana menunggu sang mentari agar ia naik ke atas.
"Cukup dingin tapi menyegarkan," guman gadis tersebut seraya membuka matanya.
"Hinata, sedang apa kau di sini? Kupikir kau bersama Ino?" tiba-tiba saja ada orang yang menyapanya.
"Ah, Na..Naruto. Kau membuatku kaget saja. Kau sendiri kenapa ke sini?" bukannya menjawab Hinata malah mengajukan pertanyaan kepada Naruto.
"Aku hanya tidak bisa tidur. Aku terlalu senang harii ini. Rasa kantukku hilang saat memikirkan bahwa sebentar lagi kita bisa memangkapnya," sahut Naruto seraya berjalan dan berdiri di samping Hinata. "Lalu, kau sedang apa di sini?" lanjut Naruto.
"Hanya menunggu matahari terbit. Apa tidak sebaiknya kau beristirahat, Naruto? Kau bekerja sampai pagi dengan yang lainnya," ucap Hinata sambil menatap Naruto.
"Aku juga ingin seperti itu. Tapi rasa kantukku hilang saat mengingat dia. Dia yang sudah membuat kita menjadi seperti ini. Aku tidak akan membiarkannya hidup," sahut Naruto sambil mengepalkan tangannya dan terlihat jelas dari raut wajahnya kalau dia sedang menahan amarah yang sangat besar.
"Naruto, tenanglah," ujar Hinata sambil meraih tangan Naruto dan menggenggamnya dengan tangannya sendiri. "Aku akan selalu bersamamu," lanjut Hinata sambil tersenyum lembut pada Naruto.
"Terimakasih, Hinata," balas Naruto dengan senyum di wajahnya. Sepertinya Hinata dapat menghilangkan amarah Naruto.
"Hinata, tanganmu dingin. Sepertinya kau terlalu lama berdiri di luar," ujar Naruto khawatir sambil menggenggam tangan Hinata dengan kedua tangannya, posisi tangan mereka berbalik sekarang.
"Aku tidak apa-apa Na..Naruto," sanggah Hinata. Tapi, sangat kentara dari perkataannya bahwa ia kedinginan.
"Kau bohong, Hinata," dan dalam sekejap Naruto membawa Hinata ke dalam pelukannya berusaha memberikan kehangatan kepada Hinata.
"Na..Naruto," Hinata hanya dapat terkejut dengan gerakan Naruto yang tiba-tiba. Dan yang bisa ia lakukan hanya membalas pelukan Naruto.
"Bagaimana? Sudah hangat?"
"Yah. Terimakasih, Naruto,"
Mereka terus berada dalam posisi seperti itu sampai sang mentari menampakkan sinarnya yang masih redup.
Tanpa mereka berdua sadari, ada seseorang yang sedang memperhatikan mereka di dekat pintu. Orang tersebut hanya dapat tersenyum melihatnya. Tiba-tiba orang tersebut pun berbicara.
"Sampai kapan kalian akan seperti itu? Di bawah, sarapannya sudah siap. Ayo, cepat turun," ucap orang tersebut yang ternyata adalah Kushina.
Spontan, Naruto dan Hinata melepas pelukannya. Dan kali ini wajah mereka benar-benar merah karena menahan malu.
"Ma..mama, apa yang sedang Mama lakukan di sini?" Naruto memandang Kushina dengan wajah menahan malu.
"Tadi kan Mama sudah bilang, sarapannya sudah selesai. Ayo, cepat turun Naruto, Hinata," sahut Kushina dengan nada keibuannya dan dia pun menghilang dari pandangan Naruto dan Hinata.
Tapi, tiba-tiba dia pun kembali. "Oh ya, Naruto. Kalau Hinata yang menjadi menantu Mama, Mama pasti akan menyetujuinya," ujar Kushina sambil memasang sebuah cengiran di wajahnya. Dan perkataan Kushina semakin membuat wajah dua orang remaja itu semakin memerah.
"Ma..Mama, apa-apaan sih?"
"Sudah, ayo cepat turun," dan kali ini Kushina benar-benar pergi dari sana.
"Hi..Hinata, jangan dengarkan yang dikatakan Mamaku. Dia hanya bercanda, a..ayo cepat turun," ajak Naruto sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Tidak apa-a..pa, Naruto. Lagipula aku senang," ujar Hinata sambil menatap Naruto.
"Hinata,"
Mereka berdua pun saling menatap satu sama lain. Tanpa pemberitahuan apapun, tiba-tiba Naruto mengangkat dagu Hinata dan dia pun sedikit merendahkan kepalanya, berusaha mempersempit jarak di antara mereka berdua. Kini hidung mereka pun saling bersentuhan dan selanjutnya Hinata dan Naruto dapat merasakan kelembutan bibir masing-masing. Cukup lama mereka berdua berada dalam ciuman penuh kehangatan dan kasih tersebut. Karena keterbutuhan oksigen, mereka pun segera melepaskan ciuman mereka.
"Hinata, maaf,"
"Kenapa minta maaf, ayo cepat turun," ucap Hinata seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
Mereka berdua pun segera turun dan menuju meja makan yang ada di rumah itu. Nampak meja makan tersebut sudah penuh dengan orang. Hanya tersisa dua kursi kosong di sana.
"Wah, pasangan kita turun juga," goda Ino. Sepertinya Kushina sudah menceritakan semua hal yang dilihatnya kepada semua orang.
"Naruto, kau harus menjaga adikku dengan baik. Jika kau sampai melukainya, maka akulah yang akan membunuhmu,"
"Kau tenang saja,"
.
(o^o)
.
"Selamat pagi, pemirsa. Kembali lagi dengan saya, Sasame Puma sebagai pembawa acara NHK News," terlihat televisi besar di pusat Kota Konoha sedang menampilkan sebuah acara berita.
"Pagi kali ini, saya akan membawakan berita yang cukup mengejutkan bagi kita semua. Janji-janji yang selama ini diutarakan oleh kepolisian Konoha akhirnya terbukti sudah,"
"Kemarin malam sekitar pukul sepuluh malam, kepolisian Konoha berhasil menangkap buronan yang selama ini dicari-cari yaitu Orochimaru. Ia ternyata juga merupakan dalang dari organisasi The Seven Light," layar televisi pun menampilkan foto Orochimaru.
"Polisi berhasil menemukannya dengan dua anak buahnya yang bernama Kabuto dan Aoba di sebuah rumah yang terdapat di dekat perbatasan Kota Konoha dan Suna,"
"Dia ditemukan dalam keadaan mabuk dan itu memudahkan polisi untuk menangkapnya. Untuk menangkapnya para polisi dibantu oleh beberapa anggota FBI," ucap penyiar tersebut sembari membalik naskah berita yang ada di atas mejanya.
"Saat ditanya siapa anggota The Seven Light. Komandan kepolisian, Itachi Uchiha hanya menjawab bahwa 'mereka telah menjadi pelangi di atas sana' disertai dengan tawaan,"
"Yah, walaupun mereka tetap menjadi rahasia sampai sekarang. Tapi kita harus bersyukur karena keadaan Kota Konoha sekarang sudah tenang tanpa perlu meresahkan organisasi dengan nama The Seven Light tersebut," ujar pembawa berita tersebut mengakhir berita pertamanya.
"Berita selanjutnya tentang kunjungan kepala Negara Hi ke Konoha,"
"Kau lihat Hinata, kita berhasil menangkapnya. Akhirnya pelangi yang indah itu berakhir seperti ini,"
"Mungkin sudah takdirnya. Lagipula ada sesuatu yang lebih indah dan lebih lebat daripada pelangi. Kau tahu apa, Naruto?"
"Mm, apa?"
"Cahaya matahari. Pelangi tidak akan ada jika tidak ada cahaya matahari. Itu salah satu bukti kalau cahaya matahari lebih hebat daripada pelangi. Pelangi itu memang indah tapi belum tentu di ketujuh warna itu terdapat keindahan," sahut Hinata.
"Kata-katamu ada benarnya juga,"
"Dan kau tahu, matahari dalam hidupku itu hanyalah kau, Naruto,"
.
(o^o)
.
Bandara Konoha terlihat cukup ramai hari ini.
"Naruto, berjanjilah kau harus cepat kembali,"
"Ya, aku pasti akan cepat kembali. Aku hanya menjalankan tugasku sebagai anggota FBI. Karena umurku sudah menginjak dua puluh tahun, aku harus pergi ke Uzushio dan menjalankan tugas di sana. Kau jaga dirimu baik-baik ya, Hinata,"
"Ya, dan cintaku hanya untukmu seorang, Naruto,"
"Aku juga Hinata, aku akan menjaga cinta kita baik-baik," balas naruto. Kemudian dia merogoh saku kemejanya. "Oh ya, aku ingin memberikanmu sesuatu,"
"Mm..apa?"
"Ini," ujar Naruto sambil memperlihatkan sebuah kalung perak dengan liontin huruf 'N'.
"Kalung?"
"Ya, ini untukmu," Naruto segera mengalungkan kalung tersebut di leher Hinata.
"Terimakasih, Naruto," Hinata memandangi kalung tersebut. "Oh ya, arti huruf 'N' ini apa?"
"N itu singkatan dari Naruto. Itu artinya kau hanya milik Naruto seorang," sahut Naruto. "Aku juga memakai kalung tapi dengan liontin huruf 'H' yang artinya aku hanya milik Hinata seorang," tambah Naruto.
"Sekali lagi, terimakasih Naruto. Aku sangat senang,"
"Oh ya, setelah tugas ini selesai. Aku akan melamarmu,"
"Na..Naruto," Hinata pun segera memeluk Naruto.
Cukup lama mereka berdua berada dalam posisi seperti itu.
"Hinata, sudah saatnya aku berangkat. Jaga dirimu baik-baik ya," ucap Naruto dan sebelum pergi dia menyempatkan diri untuk mencium kening Hinata.
.
(o^o)
.
"Naruto Namikaze, apa kau bersedia menerima Hinata Hyuuga sebagai istrimu dalam suka maupun duka, miskin maupun kaya?"
"Ya, aku bersedia," jawab Naruto mantap. Kali ini dia terlihat mengenakan setelan jas putih-putih.
"Hinata Hyuuga, apa kau bersedia menerima Naruto Namikaze sebagai suamimu dalam suka maupun duka, miskin maupun kaya?"
"Ya, aku bersedia," Hinata menjawab dengan mantap. Dia kali ini mengenakan gaun berwarna putih yang tidak menutupi bahunya. Rambutnya digelung di atas yang hanya menyisakan poninya untuk membingkai wajahnya yang cantik.
"Sekarang kalian telah sah menjadi suami istri. Kalian boleh mencium pasangan kalian masing-masing,"
Naruto dan Hinata pun saling mendekatkan wajah mereka dan mereka pun berciuman. Ciuman yang penuh kasih sayang di depan altar yang telah mengikat janji suci mereka, janji untuk hidup bersama selama-lamanya. Tidak ada lagi kata 'aku' dan 'kau', yang ada hanya kata 'kita'.
.
(o^o)
.
"Kapan hujannya berhenti sih? Aku kan ingin cepat-cepat pergi ke taman sama Ayah dan Ibu," gerutu seorang anak lelaki berumur lima tahun sambil memandangi hujan dari jendela kamarnya. Wajahnya terus saja ditekuk karena hujan yang tidak kunjung berhenti. Sudah sekitar setengah jam dia menunggu di kamarnya agar langit di atas sana berhenti menangis.
"Hei, langit. Apa kau sedang bersedih? Sehingga kau menangis terus? Kata Ibu, tidak baik kalau kita bersedih terus. Karena itu, kau sebaiknya berhenti menangis agar aku tidak bersedih seperti dirimu," ucapnya polos. Dia terus saja memandangi langit mendung di luar sana dengan bola mata birunya.
"Raito, cepat turun. Kita sarapan dulu," tiba-tiba terdengar suara seorang ibu dari lantai satu.
"Iya, Bu," sahutnya. Dia pun mulai berjalan turun dengan malas-malasan, salah satu sifat Ayahnya yang menurun kepada dirinya.
Sedangkan di bawah, terlihat Ayah dan Ibunya sudah menungu di depan tangga.
"Kau tahu, Hinata. Caramu memanggil Raito mengingatkanku kepada Mama," ucap sang Ayah sambil merangkul pinggang sang istri dari samping.
"Benarkah?"
"Hanya saja sedikit berbeda. Kau memanggil Raito dengan lembut sedangkan Mama selalu memanggilku dengan teriakan yang bisa-bisa membuat kaca rumah pecah," sahut sang suami disertai dengan tawa.
"Kau jangan begitu, Naruto,"
"Ya ampun, pagi-pagi Ayah dan Ibu sudah bermesra-mesraan. Benar-benar tak patut ditiru," ucap sang anak tiba-tiba sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Rupanya tanpa Naruto dan Hinata sadari, Raito sudah turun dari kamarnya.
"Dasar anak kecil, kau itu tidak tahu apa-apa. Mau Ayah jewer," ucap Naruto sambil mendekati Raito sedangkan Raito hanya memejamkan matanya. Saat tangan Naruto sudah mendekati telinga Raito tiba-tiba saja tangan itu berubah arah ke rambut Raito.
"Sudah, sekarang cepat makan, Ibu membuat sup kesukaanmu," lanjut Naruto sambil mengacak-ngacak rambut indigo anaknya.
"Iya, iya,"
Mereka segera pergi ke meja makan. Naruto duduk di kursi utama, Hinata duduk di sebelah kanan Naruto dan Raito duduk di sebelah kiri Naruto.
"Raito, kenapa sejak tadi cemberut terus?" Hinata merasa aneh melihat anaknya yang biasanya terlihat periang.
"Cuma malas aja karena dari tadi hujannya gak mau berhenti, padahal kan kita mau ke taman. Ini kan hari Minggu," sahutnya sambil mengerucutkan bibirnya.
"Raito, kau tahu kenapa hujannya tidak mau berhenti?" tiba-tiba Naruto berbicara seraya menyuapkan sesendok sup ke mulutnya sendiri.
"Memangnya kenapa, Yah?"
"Karena Raito tidak mau makan wortel, kasihan kan Ibu yang sudah membuatkanmu sup tapi Raito tidak menghabiskan semuanya,"
Raito tidak percaya dengan ucapan Ayahnya. Dia kali ini memalingkan wajahnya ke arah Ibunya, meminta kepastian tentang ucapan Ayahnya barusan.
Hinata hanya mengangguk melihat ekspresi Raito dan hal itu membuat Raito mau tidak mau mempercayai ucapan Ayahnya. Sekarang dia sedang memperhatikan semangkuk sup yang ada di hadapannya. Isi sup itu sudah hampir habis, yang tersisa hanya beberapa potong wortel yang mengambang di atas air sup.
Perlahan dia mulai menyendok satu potong wortel ke mulutnya. Mengunyahnya dengan sangat lambat. Merasakan rasa manis dan rasa pahit wortel yang mulai menyebar di dalam mulutnya.
"Bagaimana?"
"Mm..lumayan, Yah,"
"Coba lihat keluar, Raito. Hujannya sudah mulai berhenti," ucap Hinata dengan senyum menghiasi wajahnya.
"Benarkah?" Raito pun menoleh ke jendela yang ada di belakangnya. "Oh ya, benar. Kalau begitu aku harus menghabiskan wortelnya," lanjutnya sambil menyuapi satu sendok wortel ke mulutnya.
.
(o^o)
.
Pagi ini di Konoha, hujan baru saja berhenti. Awan mendung masih menggantung di atas sana. Matahari pun masih enggan untuk keluar dari persembunyiannya. Sepertinya dia masih ingin berlama-lama untuk diam di balik sekumpulan awan yang mungkin sebentar lagi akan pergi.
Di jalanan, terlihat beberapa orang sudah memulai aktivitasnya yang sempat tertunda karena hujan. Tapi, tidak sedikit dari mereka yang masih bersembunyi di selimut hangat mereka. Bukan hanya karena sekarang hari Minggu, tapi memang cuaca hari ini cukup dingin sehingga membuat mereka nyaman di dalam selimut. Tapi, tidak semua orang di Konoha seperti itu. Beberapa di antaranya sudah mulai beraktivitas walaupun mereka harus mengenakan jaket sebagai pelindung tubuh mereka dari kedinginan. Benar-benar keadaan sebuah kota.
"Raito, berhenti berloncat-loncat, nanti kau jatuh. Jalanan cukup licin," ucap Hinata khawatir melihat tingkah anaknya.
"Sudah Hinata, biar aku yang urus," Naruto pun segera berjalan menuju anaknya dan segera meraih tangan kanan anaknya. "Hup! Tertangkap. Sekarang Raito tidak bisa lari lagi,"
"Ya, Ayaah.."
Tiba-tiba saja, Hinata meraih tangan kiri Raito. Sekarang kedua tangan Raito sudah benar-benar terkunci. Di sebelah kanan digenggam oleh Ayahnya. Di sebelah kiri digenggam oleh Ibunya.
Hari ini, mereka bertiga memang berniat untuk pergi ke taman. Sudah lama mereka tidak pergi ke taman seperti dulu semenjak Naruto sibuk dengan pekerjaannya. Sama seperti penduduk yang lainnya, mereka nampak mengenakan jaket. Naruto dengan jaket putihnya, Hinata dengan jaket ungunya sedangkan Raito mengenakan jaket berwarna birunya yang sedikit kebesaran.
Berkat insiden kunci-mengunci yang barusan dilakukan oleh Naruto dan Hinata, kali ini mereka bertiga berjalan beriringan. Sesekali mereka berbicara dan bercanda dalam perjalanan. Benar-benar sebuah keluarga yang harmonis. Beberapa di antara tetangga mereka terlihat menyapa mereka dan mereka bertiga selalu menyapa balik orang yang menyapa mereka. Dan Raitolah yang terlihat paling semangat.
"Yai! Sampai," teriak Raito setelah mereka sampai di taman. Dia dengan cepat melepaskan pegangan tangan kedua orang tuanya dan segera berlari menuju arena permainan yang ada di taman tersebut.
"Eh, Raito," Hinata hampir terjatuh karena Raito menarik tangannya terlalu keras.
"Hi..Hinata, kau tidak apa-apa?" Naruto berhasil menahan Hinata sebelum ia terjatuh.
"Iya, tidak apa-apa. Terimakasih, Naruto,"
"Hh..anak itu, dia terlalu bersemangat," gerutu Naruto sambil melihat Raito yang kini tengah asyik dengan perosotan yang ada di taman tersebut.
"Iya, benar-benar mirip denganmu kan, Naruto?" ucap Hinata sembari tersenyum.
"Hah, apanya yang mirip," sanggah Naruto sambil memalingkan wajahnya. Sebenarnya dia memalingkan wajahnya karena dia tidak ingin Hinata melihat wajahnya yang kini memerah gara-gara senyuman Hinata.
"Naruto, ayo kita cari tempat duduk," ucap Hinata sambil berjalan ke sebuah bangku yang ada di bawah pohon Tsubaki. Sedangkan Naruto hanya mengikuti langkah istrinya.
Lama mereka hanya diam terduduk di bangku tersebut. Entah mengapa, mereka sulit sekali untuk mengeluarkan suara yang menyebabkan keheningan menyergap mereka berdua.
"Hinata, kau ingat sesuatu tentang tempat ini?" ucapan Naruto berhasil memecah keheningan di antara mereka berdua.
"Tentu ingat. Mulai saat itulah kita bersama. Aku tidak akan pernah melupakannya," sahut Hinata sambil mendongak melihat pohon Tsubaki yang ada di atasnya.
"Mulai malam itu sampai sekarang kita terus bersama. Dan kita akan terus bersama selama-lamanya," Naruto menggenggam tangan Hinata dan mereka saling menatap.
"Ya, kita akan terus bersama selama-lamanya,"
"DAR!" tiba-tiba saja Raito datang dan mengejutkan orang tuanya.
"Raito! Kau jangan begitu, bikin Ibu kaget aja," Raito segera duduk di antara Naruto dan Hinata.
"Tadi Ayah dan Ibu mau ngapain sih? Saling pandang-pandangan kayak gitu?" tanya Raito dengan wajah polosnya.
"Tadi..mm..tadi..cuma.."
"Lihat, Raito. Ada pelangi," ucap Hinata yang berhasil mengalihkan perhatian Raito.
"Wah..indah. Ketujuh warna itu kalau disatukan memang indah ya," ucap Raito kagum.
"Ketujuh warna itu selalu muncul setelah hujan selesai. Mereka indah, bukan?"
"Memang indah, Ayah. Tapi, ada yang lebih indah dan lebih hebat daripada pelangi,"
"Apa?"
"Cahaya matahari. Pelangi tidak akan ada jika tidak ada cahaya matahari. Itu salah satu bukti kalau cahaya matahari lebih hebat daripada pelangi. Pelangi itu memang indah tapi belum tentu di ketujuh warna itu terdapat keindahan,"
"Kenapa bisa sama?"
"Hah? Sama? Apanya yang sama?"
"Perkataanmu dengan Ibu," sahut Naruto sambil memandangi pelangi di atas sana.
Raito POV
Hari ini, aku sangat bahagia. Kenapa? Tentu karena aku dapat pergi ke taman bersama Ayah dan Ibu. Sudah lama kami tidak pernah pergi bertiga semenjak Ayah sibuk dengan urusan perusahaannya yang ada di Suna. Tapi sekarang, aku sudah lega karena Ayah sudah menyerahkan tanggung jawab perusahaan itu kepada bawahannya sedangkan Ayah hanya akan mengurusi perusahaan yang ada di Konoha.
Sekarang, kami bertiga sedang memandangi sebuah maha karya indah ciptaan Tuhan. Tapi, walaupun maha karya itu indah. Aku tetap saja tidak terlalu menyukai hal yang bernama pelangi tersebut. Aku merasa kalau pelangi itu memendam suatu rahasia, entah itu apa.
Aku lebih menyukai cahaya matahari daripada pelangi. Mungkin aku lebih menyukai cahaya karena pengaruh namaku yaitu Raito. Raito diambil dari bahasa Inggrisnya cahaya yaitu 'light'. Kata Ibu, aku diberi nama itu agar aku bisa memberikan cahaya pada semua orang. Aku sendiri sangat menyukai namaku sendiri.
Kali ini, aku melihat Ayahku. Dia melihat pelangi di depan kami dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan ditambah dengan senyumnya itu. Itu senyum apa? Seperti sebuah senyum yang mengartikan sebuah penyesalan. Ya, penyesalan. Penyesalan yang sangat dalam.
Sekarang, aku memalingkan wajahku ke arah Ibuku. Ibuku juga sekarang sedang tersenyum sambil melihat pelangi di atas sana, mirip dengan senyum milik Ayah.
Tunggu dulu, sepertinya aku tidak asing dengan senyum mereka berdua. Sepertinya aku sering melihat senyum seperti itu. Tapi, di mana?
Oh ya, senyum mereka itu mirip dengan senyum mereka yang ada di foto itu. Sebuah foto yang ada di ruang tamu rumahku. Di foto itu terdapat tujuh orang, paling pinggir ada Nenekku lalu di sampingnya ada Ayah dan Kakekku. Di sebelanya ada Paman Shikamaru dan Paman Sasuke. Lalu ada Ibu dan Bibi Ino.
Mereka bertujuh mengenakan pakaian yang sesuai dengan tujuh warna pelangi. Aku sediri tidak pernah menanyakan kenapa mereka berpakaian seperti itu pada Ayah atau Ibu. Aku sendiri merasa kalau hal itu memiliki arti khusus dalam hidup Ayah dan Ibu. Entah apa itu. Yang pasti hanya mereka saja yang tahu.
Pelangi dengan tujuh warna yang akan selalu seperti itu. Tidak akan pernah berubah selama-lamanya. Mereka akan tetap ada setelah hujan berhenti dengan bantuan sinar matahari. Mereka akan terus menjadi saksi tentang apa yang terjadi di dunia.
"Raito, ayo kita pulang," tiba-tiba saja Ayah berbicara.
"Kenapa pulang sekarang? Kita kan baru sampai,"
"Ayah ingin menceritakan sesuatu padamu. Sudah seharusnya kau mengetahui hal ini," sahut Ayahku.
"Sesuatu apa?" aku tidak terlalu mengerti dengan ucapan Ayahku.
"Sesuatu yang terjadi pada pelangi dua belas tahun yang lalu," kali ini, Ibuku yang menjawab.
"Memangnya ada apa dengan pelangi?" aku benar-benar bingung kali ini.
"Sudahlah, nanti saja Ibu ceritakan di rumah,"
"Ayo, kita pulang," Ayahku pun menuntunku untuk turun dan kami pun berjalan beriringan menuju rumah kami. Aneh sekali, ini pertama kalinya aku tidak rewel ketika mereka mengajakku pulang dari taman. Biasanya aku akan rewel dan lebih memilih tetap berada di taman.
Entah mengapa, sekarang aku merasa kalau sesuatu yang ingin kuketahui selama ini akan kuketahui setelah aku sampai di rumah. Sesuatu yang berhubungan dengan pelangi. Dan sesuatu itu sepertinya juga berhubungan dengan foto yang ada di ruang tamuku.
End of Raito POV
Pelangi..
Sebuah maha karya ciptaan yang maha kuasa..
Tujuh buah warna selalu menyertaimu..
Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu..
Empat warna pokok dengan tiga warna gabungan..
Kau muncul di cakrawala ketika hujan bersentuhan dengan cahaya sang surya..
Bentukmu selalu melengkung jika muncul di atas sana..
Bagai membelah dunia ini menjadi dua..
Baik dan buruk, cahaya dan kegelapan..
Kita hanya perlu memilih..
Berada di dalam atau di luar, cahaya atau kegelapan..
Pikirkan pilihanmu dengan baik sebelum kau tidak diizinkan untuk memilih kembali..
.
.
The Seven Light –The End–
Read More >>

The Seven Light Chapter 7

.
.
.
Disclaimer:
Naruto dengan karakter-karakternya milik Tuan Masashi Kishimoto
.
.
The Seven Light milik saya aka Tania Namikaze
(AU, sedikit OOC, mungkin ada typo, dll)
.
.
Summary:
Setelah setahun menghilang, The Seven Light akhirnya kembali. Organisasi yang berisikan tujuh orang berbakat dengan satu pemimpin itu mulai melakukan pembunuhan yang tidak jelas tujuannya. Apa yang akan terjadi pada organisasi ini jika anggotanya mulai berpikiran untuk melenyapkan organisasi tersebut?
.
.
.
Chapter Sebelumnya:
.
.
.
"Mungkin saja yang akan datang adalah Itachi Uchiha, salah satu Komandan kepolisian di Konoha. Neji Hyuuga, salah satu detektive di Konoha. Hana Inuzuka, bawahan Itachi yang bertugas melatih anjing pelacak. Shizune, salah satu detektive yang berasal dari Suna dan Kiba Inuzuka. Shizune dan Kiba adalah mata-mata yang ditugaskan untuk menyelidiki Kakashi. Kiba itu juga teman sekelasku," jelas Naruto panjang lebar.
.
.
"Mereka menyuruh kami untuk memberitahukan siapa saja tujuh orang anggota The Seven Light," sahut Konan tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. "Sekarang bagaimana? Apa kau juga akan menyetujuinya?"
.
.
"Jadi begini, nanti kau dan Shikamaru masuk ke tempat rapat melalui jendela di sebelah barat dan kalian berdua harus menggunakan jubah dan topeng Seven Light kalian. Apa kau bisa menebak apa yang akan terjadi?" tanya Nagato sambil melihat Naruto sekilas dan kembali fokus pada jalanan.
.
.
"Seperti yang kalian lihat," sahut Shikamaru. "Sekarang kami berdua akan memberitahukan tujuh orang anggota The Seven Light kepada kalian. Dan kuharap kalian bersiap-siap saja sebelum mendengarnya," tambah Shikamaru.
"Red Light adalah Kushina Namikaze. Orange Light adalah aku. Yellow Light adalah Minato Namikaze," ucap Naruto.
"Green Light adalah aku. Blue Light adalah Sasuke Uchiha. Indigo Light adalah Hinata Hyuuga dan Purple Light adalah Ino Yamanaka. Bagaimana? Sekarang apa yang kalian lakukan?" lanjut Shikamaru.
.
.
.
-Chapter 7-
Biasanya langit di atas Konoha selalu memperlihatkan keindahannya dengan berbagai macam rasi bintang di atas sana. Tapi, tidak untuk kali ini. Awan mendung terus saja menghalangi para kawanan bintang untuk memperlihatkan cahayanya yang redup. Bahkan sinar sang dewi malam yang biasanya terlihat begitu mengagumkan kini nampak bersembunyi di belakang sekumpulan awan hitam yang siap kapan saja untuk memuntahkan jutaan liter air ke atas Konoha.
Cahaya-cahaya lampu rumah di Konoha sudah mulai menghilang satu demi satu yang menandakan bahwa si penghuni rumah sudah bersiap untuk menuju ke alam mimpi mereka masing-masing. Ini membuat keadaan di Konoha semakin sunyi daripada hari-hari biasanya. Angin malam kali ini juga lebih dingin dari biasanya, membuat setiap orang mulai menutup jendela rumah mereka masing-masing.
"Angin malam ini dingin sekali," gumam seorang wanita berambut keunguan. Dia mulai berjalan untuk menutup jendela yang terbuka di belakangnya. Bukan hanya jendela, kordennya pun ia tarik guna menutupi jendela dengan bingkai kayu cendana tersebut.
"Bagaimana? Kalian merasa terkejut dengan semua kebenaran ini?" terdengar ada suara laki-laki yang membuat wanita ini kembali ke tempatnya semula.
"A..apa mak..sud kalian ber..berdua? Ka..lian pasti bercanda, kan?" kali ini terdengar suara yang meluncur dari mulut seorang pemuda bermata lavender.
"Kalian seolah-olah mengatakan adikku seorang penjahat. Ini bukan saatnya untuk bercanda. Sebaiknya hentikan omongan kosong kalian berdua. Aku tahu, kalian pasti hanya bersandiwara, bukan? Datang seolah-olah kalian adalah Orange dan Green Light. Tapi, sebenarnya kalian hanya berusaha menutupi kebenaran bahwa kalian berlima sebenarnya tidak mengetahui siapa saja anggota Seven Light. Benar begitu, kan? Lalu kalian mengatakan bahwa adikku salah satu di antara ketujuh anggota Seven Light. Itu hanya kebohongan kalian, bukan? Benar begitu kan, Yahiko?" bentak Komandan kepolisian yang sekarang sedang menatap mata seseorang yang bernama Yahiko untuk meminta kebenaran dengan perkataannya barusan.
"Kau salah Itachi. Semua yang dikatakan oleh Naruto dan Shikamaru adalah benar. Dan memang benar adikmu adalah salah satu anggota The Seven Light yang selama ini kalian incar," sahut pemuda berambut oranye tersebut.
Melihat sinar kejujuran dari mata Yahiko. Itachi akhirnya hanya bisa menyerah dengan kenyataan yang dia dengar saat ini. Tubuhnya mulai melemas dengan kepala yang menunduk memikirkan nasib adik kesayangannya itu. Dia sendiri bingung apa yang harus dilakukannya sekarang. Tugasnya adalah untuk menangkap anggota The Seven Light. Tapi, salah satu di antara mereka adalah adiknya sendiri. Haruskah dia menangkap adiknya sendiri demi menyelesaikan misinya selama ini?
"Blue Light adalah Sasuke Uchiha,"
Kata-kata itu terus saja terngiang-ngiang di kepalanya.
Bukan hanya Itachi yang merasakan hal seperti itu, Neji yang merupakan salah satu peserta rapat di Hotel Kaito itu pun juga merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan oleh Komandannya.
"Lalu apa yang harus kami lakukan? Apa kami harus menangkap kalian bertujuh?" melihat dua orang rekannya yang sangat terpukul, Hana berani mengeluarkan suaranya walaupun dia sebenarnya takut dengan dua orang yang berada di hadapannya –Naruto dan Shikamaru–.
"Itu terserah kalian, hanya saja kalian tidak akan bisa menangkap empat orang dari anggota The Seven Light," sahut Shikamaru.
"Kenapa tidak bisa? Kami bisa saja menangkap kalian bertujuh. Lagipula, kami sudah mengetahui siapa saja yang harus kami tangkap," ucap Shizune tanpa memperhatikan hati dua rekannya yang sekarang sedang terpukul.
"Itu karena ada empat orang yang bergabung dengan organisasi itu untuk menghancurkan organisasi tersebut. Mereka berempat adalah anggota FBI. Jika kalian berani menangkap mereka, maka kalian akan berurusan dengan kepolisian di seluruh dunia. Itu bisa saja menyebabkan kalian masuk ke penjara. Kalian paham?" sahut Nagato yang sedari tadi hanya berdiam diri.
"Jadi begitu. Ternyata FBI bertindak lebih cepat daripada kami. Mereka sampai bisa menyusupkan anggotanya ke dalam organisasi tersebut. Biar aku tebak, kalian berdua pasti anggota FBI tersebut, bukan?"
"Wah, ternyata sebagai seorang detektive, instingmu hebat juga ya, Kak Shizune," sahut Shikamaru.
"Jadi kalian berdua itu anggota FBI. Tapi, tetap saja kalian berdua itu penjahat. Kalian telah menghilangkan nyawa seseorang dengan mudahnya. Lalu yang pada saat itu membunuh Kisame adalah Orange Light dan itu berarti kau, Naruto. Dan semua percakapan yang aku dengar dari Shikamaru dan Ino waktu itu di sekolah sudah jelas sekarang. Walaupun kalian anggota FBI, kalian tetap saja penjahat dan harus ditangkap," ucap Kiba sambil berdiri dengan jari telunjuknya yang mengarah ke Shikamaru dan Naruto.
"Itu tetap tidak bi-," ucapan Yahiko tiba-tiba saja dipotong oleh Nagato.
"Tapi, ada dua orang yang tidak akan pernah bisa kalian tangkap. Mereka adalah Minato Namikaze dan Kushina Namikaze, orangtua Naruto. Mereka berdua adalah anggota FBI yang mendapat tugas untuk menyelidiki apakah berita yang dikirim pimpinan Iwa benar atau tidak,"
"Berita?" tanya Hana.
"Ya, berita yang mengatakan bahwa ada seseorang yang mengancam pimpinan Iwa dan si pengancam tersebut juga mengatakan bahwa dia akan membentuk sebuah organisasi. Dan ternyata berita tersebut benar, mereka pun menemukan sebuah organisasi yang mencurigakan tersebut. Untuk menyelidikinya lebih jauh, mereka pun berusaha agar mereka dapat bergabung dengan organsasi tersebut," sahut Nagato.
"Tapi selama mereka berdua bergabung dengan organisasi tersebut, mereka belum berhasil untuk mengetahui siapa sebenarnya ketua organisasi tersebut. Karena itulah, mereka berdua meminta bantuan Naruto, Shikamaru, Nagato, Yahiko dan aku," tambah Konan.
"Ohh..jadi begitu. Sekarang aku mulai mengerti, kalian berlima mengundang kami kemari pasti untuk meminta bantuan kami agar kami mau bekerjasama untuk menyelidiki siapa sebenarnya ketua The Seven Light, benar begitu?"
"Lagi-lagi tebakanmu benar, Kak Shizune," ucap Shikamaru.
"Tapi, kami sudah mengetahui siapa sebenarnya ketua The Seven Light," ucap Kiba tiba-tiba sembari duduk di tempatnya semula.
"Siapa? Jangan-jangan kalian berpikiran kalau ketua The Seven Light itu Kakashi," ucap Naruto dan perkataan Naruto membuat lima orang dihadapannya menjadi terkejut.
"Darimana kau tahu kalau kami berpikiran seperti itu?" tanya Kiba.
"Asal kalian tahu saja, Kakashi itu memang orang yang selalu memberi perintah pada Seven Light, tapi, bukan berarti dia adalah ketua The Seven Light. Dia itu juga memiliki tujuan yang sama dengan kami yaitu untuk membongkar siapa sebenarnya pimpinan organisasi tersebut. Hanya saja, pada saat dia berusaha menyusup ke komputer organisasi tersebut dia meninggalkan banyak jejak dan mungkin saja sekarang dia itu sudah disekap oleh pimpinan The Seven Light. Karena itulah dia tidak pernah terlihat di sekolah," jelas Naruto panjang lebar dengan nadanya yang datar.
"Darimana kau tahu kalau Kakashi pernah menyusup ke komputer The Seven Light?" tanya Shizune bingung.
"Tentu saja aku mengetahuinya. Itu karena aku dan Shikamaru sudah sangat sering menyususp ke komputer organisasi tersebut," jelas Naruto.
"Sekarang kalian sudah tahu kan, kalau Kakashi itu bukanlah ketua The Seven Light. Dan satu lagi, jika kalian hanya menangkap anggota The Seven Light maka di tahun-tahun berikutnya akan muncul The Seven Light yang lain. Karena itu, kalian harus mau membantu kami untuk menangkap ketua organisasi The Seven Light," ucap Nagato sambil menatap lima orang yang duduk di hadapan juniornya.
"Mmm..baiklah. Kami akan membantu kalian," ucap Itachi tiba-tiba. "Dan sudah kuputuskan bahwa aku tidak akan menangkap anggota The Seven Light," lanjut Itachi.
"Itachi, maksudmu apa?" sepertinya Hana tidak suka dengan pernyataan Komandannya tersebut.
"Ya, aku tidak akan menangkap anggota The Seven Light. Mendengar dari semua perkataan Naruto, Shikamaru, Nagato, Yahiko dan Konan. Sepertinya anggota The Seven Light dan juga Kakashi adalah korban, mereka berdelapan hanya dimanfaatkan oleh ketua organisasi tersebut," sahut Itachi.
"Tapi-," ucapan Hana tiba-tiba saja dipotong oleh Shizune.
"Sebenarnya aku juga berpikiran seperti itu,"
"Aku juga," tambah Neji.
"Kalau begitu sudah diputuskan bahwa kami tidak akan menangkap anggota The Seven Light. Sebaiknya sekarang kita mulai untuk membicarakan siapa sebenarnya ketua The Seven Light," ucap Kiba.
"Baiklah, tapi kita tidak akan membicarakannya di sini. Kita akan membicarakannya di rumahku bersama lima anggota The Seven Light yang lain. Shikamaru dan Kak Konan, tolong jemput Ino. Kak Nagato dan Kak Yahiko, tolong jemput Sasuke. Sedangkan aku akan menjemput Hinata, karena itu aku mau pinjam mobil milik Kak Nagato," ucap Naruto.
"Ya sudah, ini," sahut Nagato sambil memberikan kunci mobilnya ke Naruto.
"Kalau begitu kita berangkat sekarang," ucap Yahiko.
.
(o^o)
.
"Tch! Password salah, lagi-lagi salah. Kenapa menyusup ke komputer ini sulit sekali, padahal saat menyusup ke komputer kepolisian Konoha itu sangat mudah," gerutu seseorang bermata onyx di kamarnya. Dia terlihat sangat sibuk dengan keyboard komputernya. Berkali-kali dia menggerutu sendirian di kamarnya yang hanya bercahayakan lampu meja.
Uchiha Sasuke, itulah pemuda yang sekarang sedang berusaha menyusup ke dalam komputer sebuah organisasi yang ingin ia hancurkan selama ini. Walaupun sebenarnya, dia merupakan anggota dari organisasi tersebut. Tapi, keinginannya untuk melenyapkan organisasi tersebut sangatlah besar.
Tak beberapa lama, terdengar bel rumahnya berbunyi.
TING! TONG! TING! TONG!
"Tch! Siapa sih yang bertamu malam-malam gini," gerutunya sebelum dia bangun dari posisinya dan pergi menuju pintu rumahnya.
KRIET!
Terdengar suara pintu dibuka oleh si pemilik rumah. Kali ini, mata hitamnya menangkap dua sosok yang berdiri di hadapannya dengan rambut berwarna oranye dan merah kehitaman.
"Kalian siapa?"
.
(o^o)
.
Di jalanan Konoha terlihat mobil berwarna hitam sedang melaju dengan agak kencang. Seseorang yang mengemudikannya sedang menelpon seseorang dengan handphonenya.
"Halo, Na..Naruto. Tumben kau menelponku, a..ada perlu apa?" terdengar suara di seberang telepon.
"Ah, Hinata. Maaf, malam-malam mengganggu. Aku ingin menemuimu sekarang. Ada yang ingin kubicarakan. Sebaiknya sekarang kau siap-siap. Sebentar lagi, aku sampai di depan rumahmu," balas Naruto.
"Mmm..baiklah, sampai jumpa,"
"Sampai jumpa," sambungan pun terputus.
.
(o^o)
.
JLEB! JLEB! JLEB! JLEB!
Empat anak panah menancap dengan tepat di titik paling tengah papan sasaran. Warna merah yang berada di tengahnya kini sudah tak terlihat karena empat anak panah yang menancap tepat di sana.
"Nona Ino memang sangat pandai memanah. Sangat mirip dengan Tuan Inoichi," ucap seseorang yang merupakan pelayan di sana.
"Terimakasih. Sudah seharusnya aku pandai dalam hal ini," sahut seorang gadis sambil mengambil anak panah yang berada di punggungnya. Dia sekarang sedang berada di halaman belakang rumahnya. Walaupun cuaca saat ini mendung, tapi dia tetap melakukan kegiatan rutinnya tersebut.
'Ya, aku adalah putri tunggal keluarga Yamanaka. Sudah seharusnya aku pandai dalam hal ini. Ini kulakukan agar aku bisa membalas dendam pada orang yang telah membunuh saudara-saudaraku di Iwa dua tahun yang lalu. Aku pasti akan menemukanmu, ketua The Seven Light,' batinnya seraya melepas anak panah. Dan anak panah tersebut lagi-lagi tepat mengenai sasaran.
Baru saja dia akan mengambil anak panah berikutnya. Tiba-tiba saja salah satu pelayannya datang.
"Nona Ino, ada orang yang mencari Nona di luar," ucapnya seraya menunduk.
"Siapa?"
"Saya juga tidak tahu. Tapi, salah satunya itu Tuan Nara," sahut sang pelayan.
'Nara? Jangan-jangan Shikamaru? Ada apa ia mencariku?' batin Ino.
"Baiklah, sebentar lagi aku akan ke sana,"
.
(o^o)
.
Di depan Mansion Hyuuga terlihat sebuah mobil hitam sedang berhenti di sana. Beberapa saat kemudian, keluarlah sosok pemuda berambut kuning dengan mata birunya yang bagaikan samudera dari mobil tersebut.
"Na..Naruto, kau sudah datang," sapa sang pemilik Mansion yang ternyata sudah sedari tadi berdiri di depan rumahnya sendiri menunggu seseorang untuk menjemputnya. Dia mengenakan baju berwarna lavender berlengan pendek dan rok selutut yang berwarna hampir sama dengan baju yang ia kenakan.
"Hinata, maaf lama menunggu. Ayo, cepat masuk," ujar Naruto sambil membukakan pintu di samping tempat duduk pengemudi.
Setelah Hinata dan Naruto berada di dalam. Mobil itu pun segera melesat menjauhi Mansion Hyuuga.
"Na..Naruto, sebenarnya ada apa?" Hinata mulai membuka percakapan di dalam mobil milik Nagato tersebut.
"Sebenarnya begini Hinata. Ini ada hubungannya dengan The Seven Light. Kepolisian Konoha sudah mengetahui semua orang yang berada di dalam organisasi tersebut,"
"Maksudmu? Si..siapa yang.." Hinata hanya bisa menatap Naruto dengan tidak percaya bahkan ia pun tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
"Akulah yang memberitahu mereka,"
"Ke..kenapa?" lagi-lagi Hinata tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena kali ini tubunya pun ikut bergetar.
Naruto yang melihat Hinata begitu terkejut pun merasa kasihan padanya. "Tenanglah, Hinata. Aku akan memberitahumu semua hal yang sudah terjadi. Tapi, kau tenang ya," ucapnya sambil menggenggam tangan kanan Hinata dengan tangan kirinya.
Sedangkan Hinata hanya bisa menganggukkan kepalanya. Melihat Hinata sudah agak tenang, Naruto pun mulai menceritakan semua hal yang terjadi pada Hinata termasuk bahwa dia sebenarnya adalah anggota FBI.
.
(o^o)
.
"Jadi itu yang terjadi. Baiklah, aku akan ikut dengan kalian. Lagipula, tujuanku juga sama dengan kalian," ucap seorang pemuda sambil mengubah posisinya yang semula duduk di sofanya menjadi berdiri.
"Maksudmu?" tanya Yahiko pada pemuda di hadapannya.
"Asal kalian berdua tahu, sebenarnya tujuanku bergabung kembali dengan organisasi itu adalah untuk menghancurkannya. Aku melakukannya demi membantu kakakku," sahutnya.
"Baguslah kalau begitu. Sepertinya Itachi tidak perlu mengkhawatirkanmu," ujar Yahiko.
"Kita pergi sekarang," Nagato pun segera berdiri dan berjalan menuju pintu keluar di rumah keluarga Uchiha tersebut.
.
(o^o)
.
"Hinata, kau tidak apa-apa, kan?" tanya Naruto cemas.
"Aku ti..tidak a..apa-apa. Aku hanya se..sedikit terkejut," sahut Hinata yang baru saja mendengar sebuah cerita dari mulut Naruto. Baginya cerita tersebut seperti dongeng. Tapi, dia harus berani mengakui kalau itu semua adalah nyata. Semuanya merupakan hal yang benar-benar terjadi. Kali ini, dia hanya bingung tentang apa yang harus dia lakukan.
Sementara Hinata sibuk dengan pikirannya sendiri. Naruto sepertinya juga tidak terlalu fokus dengan jalan di depan. Berkali-kali dia terus melihat kaca spion mobil yang terletak di depannya. Bahkan, dia sempat menoleh ke belakang satu kali.
"Naruto, ada a..pa?" Hinata nampak khawatir melihat Naruto yang terlihat agak aneh.
"Ti..tidak apa-apa, Hinata," sahut Naruto bohong sambil kembali fokus dengan jalanan di depannya.
'Sepertinya sejak tadi ada yang mengikutiku,' batin Naruto sambil melihat kaca spion mobil yang memantulkan bayangan mobil hitam yang sejak tadi terus berada di belakang mobil yang dikendarainya.
'Aku harus melakukan sesuatu,' batinnya lagi.
.
(o^o)
.
"Bagimana Ino? Kau akan ikut dengan kami atau tidak?" ucap Shikamaru tiba-tiba yang berhasil memecah keheningan yang sempat melanda tiga orang yang sedang berdiri di depan sebuah rumah bergaya tradisional Jepang.
"Baiklah, aku akan ikut dengan kalian. Lagipula sejak awal aku bergabung dengan organisasi itu hanya untuk membalas dendam,"
"Membalas dendam? Maksudmu?" tanya Shikamaru kepada sahabatnya tersebut.
"Kau tahu Shikamaru. Keluargaku yang berada di Iwa, dua tahun yang lalu dibunuh oleh seseorang. Dan orang tersebut kabarnya akan membentuk sebuah organisasi. Pada akhirnya, aku tahu organisasi itu adalah The Seven Light dan aku bertekad untuk menemukan orang tersebut," sahut Ino.
"Jadi pembunuhan masal di Iwa itu adalah keluargamu. Aku turut menyesal karena kami pada saat itu tidak berhasil menyelamatkannya," ucap Konan tiba-tiba.
"Sudahlah, tidak usah dipikirkan. Aku tahu, pada saat itu anggota FBI sudah berusaha sekeras mungkin. Sekarang, bagaimana kalau kita berangkat saja sebelum si Naruto itu marah dengan kita," ucap Ino sambil tersenyum.
.
(o^o)
.
"Naruto, a..apa kau yakin kau ti..tidak apa-apa?" tanya Hinata lagi. Sudah beberapa kali dia menanyakan hal tersebut kepada Naruto.
"Ya, aku tidak apa-apa. Oh ya, Hinata, aku ingin kita bicara dulu di suatu tempat,"
"Mm..baiklah, i..itu terserahmu saja,"
Naruto tidak menanggapi pernyataan Hinata. Dia terlihat sibuk dengan handphonenya. Tangan kanannya bergerak dengan lihai di atas keyboard handphonenya sedangkan tangan kirinya tetap berada di atas setir mobilnya.
'Bagus. Sudah terkirim. Semoga mereka berdua cepat datang,' batin Naruto sambil memutar kemudinya ke arah sebaliknya. Terlihat mobil hitam di belakang mereka juga ikut memutar kemudi dan kini berada di belakang mereka lagi.
'Ternyata benar. Mobil itu mengikuti kami. Sebenarnya mau mobil itu apa?' batin Naruto sambil memberhentikan mobil Nagato di dekat taman Konoha.
"Kenapa ki..kita ke sini?"
"Tadi aku kan sudah bilang kalau aku ingin berbicara denganmu. Ayo, kita turun," ajak Naruto.
Tidak jauh dari mereka, terlihat sebuah mobil hitam juga berhenti di sekitar taman Konoha. Sang pengemudi mobil itu juga terlihat turun dan dengan cepat menuju ke sekumpulan semak yang ada di taman Konoha.
Naruto sedang membukakan pintu mobil untuk Hinata. Walaupun, kali ini pandangannya tertuju pada Hinata. Tapi, dia dapat melihat ada seseorang yang keluar dari mobil hitam yang mengikutinya dengan ekor matanya.
'Jadi dia memang benar-benar mengikuti kami. Setelah ini apa yang akan dia lakukan?' batin Naruto.
"Na..Naruto, kenapa kau diam?"
Pertanyaan Hinata berhasil menghilangkan lamunannya.
"Tidak, ayo kita cari tempat duduk," sahut Naruto sambil menarik tangan kiri Hinata dengan tangan kanannya. Sedangkan Hinata hanya bisa menurut dan kali ini nampak semburat merah terpatri indah di wajahnya.
"Bagaimana kalau kita duduk di sana, Hinata?" tanya Naruto sambil menunjuk sebuah bangku taman yang terletak di bawah pohon Tsubaki.
"Bo..boleh," sahut Hinata sambil menundukkan kepalanya sedangkan Naruto hanya dapat tersenyum melihat tingkah gadis di sebelahnya tersebut.
Selang beberapa detik, mereka pun sudah duduk di bangku tersebut. Malam itu, bintang nampak tak terlihat satu pun. Yang terlihat hanyalah gumpalan awan hitam yang sepertinya akan segera menangis. Angin malam itu pun sangat dingin, membuat Hinata sedikit menggigil.
Melihat Hinata yang menggigil, Naruto pun segera melepaskan jaket putihnya dan meletakkannya di punggung Hinata.
"Gunakan ini, sepertinya kau kedinginan," ujar Naruto sambil tersenyum hangat.
"Ba..baik," sahut Hinata dengan semburat merah yang masih tetap menghiasi wajahnya.
Tidak jauh dari tempat mereka berdua, terlihat seorang pria sedang mengintai mereka dari semak-semak.
"Hi..Hinata, aku ingin membicarakan sesuatu,"
"A..apa?"
"Kau dulu pernah bertanya kenapa aku mau bergabung kembali dengan The Seven Light, bukan?"
"Iya, tapi alasanmu pasti karena kau anggota FBI, kan?"
"Bu..bukan Hinata, sebenarnya bukan itu. Aku bergabung karena aku ingin melindungimu," ucap Naruto sambil melihat Hinata. Biru bertemu dengan abu-abu. "Ka..karena aku mencintaimu," lanjut Naruto seraya menggenggam tangan kiri Hinata dengan tangan kanannya.
"Na..Naruto," hanya itu yang keluar dari mulut Hinata. Tiba-tiba saja pandangan Hinata menjadi kabur. Pandangannya mengabur karena terhalangi oleh air yang sedang menggenang di matanya. Perlahan air itu pun mengalir turun, membasahi pipinya yang masih dihiasi warna merah.
"Hi..Hinata, kenapa kau menangis? Maaf, jika kata-kataku yang tadi salah," Naruto panik dan ia pun segera menghapus air mata Hinata dengan tangan kirinya yang bebas.
Hinata yangg menyadari hal tersebut, segera memegang tangan kiri Naruto dengan tangan kanannya.
Ia pun menggeleng, "tidak Naruto. Kau tidak salah. Se..sebenarnya aku juga menyukaimu, hanya saja aku terlalu takut u..untuk mengatakannya," aku Hinata dengan wajahnya yang semakin memerah.
"Hi..Hinata," Naruto pun segera memeluk Hinata. "Te..terimakasih, kalau begitu mulai sekarang kau menjadi kekasihku. Kau mau, kan?"
Naruto dapat merasakan kalau Hinata mengangguk di dalam pelukannya.
"Iya, aku akan berusaha menjadi yang terbaik untukmu, Naruto,"
"Kalau begitu, kau berhenti menangis, Hinata," ujar Naruto sembari melepas Hinata dari pelukannya dan ia pun segera menghapus air mata Hinata dengan kedua tangannya.
Kali ini mereka berdua pun saling pandang. Lagi-lagi, biru bertemu dengan abu-abu. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengeluarkan suara. Mereka hanya berkomunikasi dengan menggunakan mata mereka.
Mengerti dengan maksud masing-masing, tubuh mereka pun mulai bergerak mengikuti insting masing-masing.
Mereka mulai berdekatan. Kali ini, Naruto sedikit memiringkan kepalanya. Terlihat Hinata yang sudah menutup matanya. Naruto mulai mendekati Hinata. Hidung mereka berdua pun sudah bersentuhan. Mereka berdua kali ini bisa merasakan deru nafas satu sama lain. Tinggal beberapa inci lagi, bibir mereka akan bersentuhan.
BRAK!
Tiba-tiba terdengar suara berisik dari arah semak-semak dan hal itu membuat mereka segera menghentikan kegiatan mereka dan segera menjauhkan diri satu sama lainnya. Wajah mereka berdua sudah benar-benar memerah. Hinata segera memalingkan wajahnya guna menyembunyikan rona merahnya begitu pula yang dilakukan oleh Naruto.
'Na..Naruto,' batin Hinata.
'Aku benar-benar menjadi gugup. Padahal tinggal sedikit lagi. Tunggu dulu, bukan saatnya memikirkan hal tersebut. Sebaiknya, aku segera memeriksa ada apa di dalam semak-semak tersebut,' batin Naruto.
"Hinata, apa tadi kau mendengar suara dari semak-semak itu?" tanya Naruto sambil menunjuk semak-semak di sebelah kirinya.
"I..iya, aku mendengarnya Naruto,"
"Sebaiknya kita ke sana, kau berjalan di belakangku ya, Hinata," saran Naruto. Dan mereka berdua pun segera mendekat ke semak-semak tersebut dengan cara mengendap-ngendap.
Sesampainya mereka di sana, hal yang mereka lihat adalah dua orang lelaki yang sedang berdiri dengan satu orang laki-laki lain yang tersungkur di atas tanah. Merasa dirinya mengenal kedua laki-laki tersebut, Naruto pun segera membuka suaranya.
"Itsumo? Kotetsu?"
"Ah, Tuan Muda Naruto. Sesuai dengan pesan Tuan Muda, kami sudah datang kemari dan telah berhasil membuat orang ini pingsan," lapor Itsumo.
"Bagus kalau begitu, sekarang kalian berdua bawa orang itu ke rumah," perintah Naruto kepada dua orang penjaga rumahnya.
Saat di perjalan ke rumah Naruto, Hinata yang tidak mengerti dengan apa yang terjadi menanyakan semuanya pada Naruto.
"Na..Naruto, orang itu siapa?"
"Entahlah, aku juga tidak tahu. Yang pasti sejak tadi orang tersebut mengikuti kita. Karena itu aku mengirim pesan kepada Kotetsu dan Itsumo untuk menangkapnya,"
"Jadi karena itu kau mengajakku pergi ke taman. Jangan-jangan perkataanmu yang tadi juga bagian dari rencanamu," ujar Hinata sambil menundukkan kepalanya.
"Tidak Hinata, bukan begitu. Perkataanku yang tadi itu benar. Aku benar-benar menyukaimu sejak kecil, Hinata," ucap Naruto sambil menggenggam tangan Hinata. Berusaha untuk memberikan kepercayaan kepada Hinata.
Setelah beberapa saat, akhirnya Hinata mengangguk. "Iya Naruto, aku memepercayaimu," sahut Hinata sambil tersenyum ke arah Naruto.
"Terimakasih, Hinata," Naruto pun kembali fokus dengan jalanan di depannya. Sedangkan Kotetsu dan Itsumo berada di belakang mobil yang dikendarai Naruto. Mereka berdua menggunakan mobil yang terpisah dengan Naruto.
.
(o^o)
.
Di kediaman Namikaze sudah berkumpul banyak sekali orang di antaranya para kepolisian Konoha khusus penyelidikan kasus pembunuhan berantai, lima orang anggota The Seven Light ditambah tiga orang anggota FBI.
Di sana mereka semua mulai menceritakan semua tujuan mereka yang sebenarnya sama yaitu untuk mengetahui ketua The Seven Light dan untuk menghancurkan organisasi tersebut.
"Jadi sekarang kalian semua sudah mengerti satu sama lainnya, kan?" tanya sang pemilik rumah, Minato Namikaze.
Tiba-tiba saja pintu rumah tersebut dibuka oleh seseorang. Masuklah dua orang remaja berambut kuning dan berambut indigo.
"Kemana saja kalian berdua?" Shikamaru menghampiri dua sahabatnya itu.
"Tadi di tengah jalan ada sedikit masalah," sahut Naruto.
"Masalah?" alis Shikamaru sedikit terangkat.
Beberapa saat kemudian, masuklah Itsumo dan Kotetsu sambil memapah seseorang. Mereka meletakkan orang tersebut di atas sofa, terlihat kalau tangan dan kaki orang tersebut terikat. Dan Naruto pun mulai menceritakan semua hal yang terjadi kecuali percakapan dia dan Hinata di taman.
"Tunggu dulu, sepertinya aku mengenal orang ini," ucap Neji tiba-tiba.
"Memangnya kau mengenalnya, Neji?" tanya Itachi.
"Dia ini Aoba, salah satu bawahanku yang ternyata bawahan The Seven Light. Apa kalian bertujuh tidak mengenalnya?" Neji kali ini menatap ketujuh orang yang merupakan anggota The Seven Light.
"Kami tidak mengenalnya," sahut Sasuke.
DI! DIT! DI! DIT!
Tiba-tiba saja, ada suara handphone di tengah ruang tersebut.
"Itu suara handphone siapa?" tanya Kiba.
"Sepertinya dari saku baju Aoba," sahut Naruto dan ia pun segera mengambil handphone yang ada di situ.
Rupanya benar, itu adalah suara handphone milik Aoba. Di layar monitor handphone tersebut terlihat ada sebuah pesan yang masuk. Naruto pun segera membaca pesan tersebut.
"Ada apa Naruto? Kenapa kau tersenyum seperti itu?" Yahiko melihat Naruto tersenyum aneh kali ini.
"Kalian tahu, hanya dengan membaca pesan ini aku sudah tahu siapa sebenarnya ketua The Seven Light," sahut Naruto dan detik itu juga hujan pun mulai turun di luar sana yang disertai dengan petir menyambar.
.
.
.
Chapter 7 -end-
Read More >>